Wajah Gosong Pisgor Bu Nanik yang Legit Menusantara
CHANNELNEWSASIA | “Bu, itu apa? Pisang gosong? Tolong jangan dikasih ke orang-orang.”
“Kita enggak suka.”
Begitulah tanggapan hotel-hotel di Jakarta saat Nanik Soelistiowati pertama kali memperkenalkan pisang gorengnya, yang seolah-olah terlihat hangus, pada tahun 2007. Waktu itu, ia masih menyajikan makanan katering di hotel-hotel tersebut.
Sepuluh tahun kemudian, Pisang Goreng Madu Bu Nanik menjadi produk terlaris di aplikasi layanan pesan-antar makanan GoFood.
Bahkan di tengah-tengah pandemi COVID-19 saat ini, pisang goreng buatannya tetap banyak dicari dan masih merupakan salah satu produk terpopuler GoFood.
“Kalau ‘flashback’, saya sampai kadang-kadang menitikkan air mata,” kata Nanik Soelistiowati kepada CNA.
Nanik memang sudah sejak lama gemar memasak. Ia mulai merintis jasa katering untuk hotel-hotel di Jakarta pada waktu kedua anaknya masih kecil.
Pisang goreng madu awalnya disajikan dengan makanan katering lainnya.
Namun, ketika permintaan untuk gorengan tersebut meningkat, Nanik memutuskan untuk meninggalkan industri katering dan fokus mengembangkan bisnis “Pisang Goreng Madu Bu Nanik”.
Banyak pelanggan menyukai rasa pisang gorengnya yang renyah dan madunya meleleh di mulut.
Antrian panjang pun kerap terlihat di satu-satunya gerai Pisang Goreng Madu Bu Nanik yang terletak di Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Bahkan, para pelanggan kadang-kadang harus menunggu berjam-jam untuk membeli gorengan yang juga dikenal dengan nama Si Hitam Manis tersebut.
Walaupun harganya cukup terjangkau, sekitar Rp 6.800 sepotong, pisang goreng madu itu tidak mudah untuk ditiru, ujar Nanik.
“Mungkin banyak sekali sekarang yang bikin pisang madu, tapi mungkin enggak sama dengan saya. Karena kita cita rasanya diperhatikan. Dan saya selalu mengutamakan mutu, jangan sampai mutu itu berbeda.”
Untuk membuat camilan yang unik itu, pisang dicampur dengan madu, tepung dan garam. Madu digunakan Nanik sebagai pengganti gula awalnya karena ia ingin ibunya yang mengidap diabetes tetap bisa menikmati kudapan tersebut.
Rahasia di balik kesuksesan gorengan buatannya terletak pada pisang yang harus cukup matang tetapi tidak terlalu matang, ungkap Nanik.
Malahan, kalau dia tidak memiliki pisang dengan kualitas yang pas, ia lebih baik menutup gerainya daripada menjual gorengan yang tidak enak. Hal ini betul-betul sudah pernah terjadi sebelumnya, tambah Nanik.
Pengusaha yang Tidur 2-3 Jam Saja
Terlepas dari kualitas pisangnya, rahasia lain kesuksesan Nanik adalah keuletannya sebagai seorang pengusaha.
“Karena saya mau kerja keras, dan ulet,” kata wanita berusia 65 tahun tersebut.
“Saya katering itu tidur paling dua, tiga jam lho. Saya awal-awalnya katering itu nganter katering sendiri, jaga katering sendiri, pulang masak.
“Saya belanja sendiri di pasar ikan. Saya bangun jam tiga pagi belanja sayur … Tengah malam pernah kecemplung got di pasar ikan. Saya jalani semua. Saya tidak mengeluh dan ‘happy’ karena saya senang masak.”
Begitu juga ketika pihak hotel mengeluh mengenai penampilan gorengannya, Nanik tidak berkecil hati.Rahasia Pisang Goreng Madu Bu Nanik terletak pada tingkat kematangan pisang yang digunakan.
Dia menjelaskan bahwa gorengannya tidak hangus, tetapi campuran madulah yang membuatnya terlihat hitam.
Orang-orang pun mulai menikmati makanan ringan tersebut dan dia kemudian menerima permintaan untuk menjualnya di bazar-bazar.
“Awalnya merintis enggak gampang,” ungkap Nanik.
Sampai Hongkong
Terobosan besar datang ketika kedua anak Nanik, yang ikut bekerja di bagian produksi dan pemasaran produk, memutuskan pada tahun 2014 untuk menjual produknya melalui aplikasi GoFood yang saat itu baru akan diluncurkan oleh Gojek.
Pisang Goreng Madu Bu Nanik adalah salah satu ‘merchant’ pertama di GoFood dan produknya pun laris manis.
Saat Grab masuk ke Indonesia beberapa tahun kemudian, mereka juga mendekati Nanik untuk berjualan di aplikasi GrabFood.
Saking terkenalnya Pisang Goreng Madu Bu Nanik, sampai-sampai Grab ingin membawa produk itu ke negara lain seperti Vietnam. Akan tetapi, Nanik untuk sementara menolak karena khawatir tidak bisa memastikan kualitas camilannya.
Tidak lama kemudian, jasa pengiriman Paxel juga menawarkan Nanik untuk menggunakan layanan mereka. Dengan Paxel, Pisang Goreng Madu Bu Nanik sekarang dapat dikirim ke seluruh pulau Jawa dan Bali dalam hari yang sama.
Banyak pengecer juga tertarik untuk membeli pisang goreng dari tokonya di Jakarta untuk dijual kembali di kota-kota Indonesia lainnya dan bahkan hingga ke luar negeri seperti Hong Kong.
Ketika COVID-19 mulai menyerang Jakarta bulan April lalu, Nanik memutuskan untuk menutup tokonya sementara waktu guna melindungi para karyawan dan pelanggan dari wabah itu.
Namun, dia tetap menggaji karyawannya yang berjumlah sekitar 50 orang. Jelas Nanik kepada kedua anaknya: “Kita bukan cari untung semata, kita sekarang yang penting cari kesehatan.”
Selama tiga bulan tutup, banyak yang terus bertanya-tanya kapan mereka akan buka lagi. Penjualan pun melonjak kembali seperti biasa begitu mereka mulai beroperasi di bulan Juni.
Nanik enggan untuk mengungkapkan jumlah omzet atau penjualan pisang gorengnya, tetapi dia menyebutkan bahwa pisang yang dibutuhkannya dalam satu hari dapat memuat penuh dua mobil pikap.
Meskipun sekarang sudah cukup dikenal masyarakat, Nanik masih memiliki cita-cita yang belum sepenuhnya tercapai. Ia ingin agar gorengannya bisa mendunia dan orang-orang lebih mengenal Indonesia serta makanan khas Nusantara.
Itu pula sebabnya dia selalu mengenakan kebaya Indonesia saat tampil di acara-acara publik.
“Misi saya adalah menarik orang asing untuk mencoba makanan kita. Jadi, saya ingin mengekspor pisang goreng madu saya ke beberapa negara suatu hari nanti,” kata Nanik. | CNA/21okt2020