Sri Ratnasari Mardiana, Kepala Stasiun Perempuan Pertama Indonesia
Ketika Sri Ratnasari Mardiana Puspaningrum [33] pada akhir Mei 2008 dilantik menjadi Kepala Stasiun Kereta Api Universitas Pancasila, yang merupakan bagian Daerah Operasi I Jabotabek [Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi], tercipta catatan sejarah baru. Sejak Republik Indonesia resmi mengambil alih layanan kereta api dari penguasa Jepang di bulan September 1945, baru kali ini seorang perempuan dipercayakan memimpin sebuah stasiun kereta api di negeri ini.
“Saya benar-benar haru dan bangga, karena keberadaan saya dapat mewakili kaum perempuan bahwa perempuan pun bisa,” katanya. Ninuk, demikian nama panggilannya sehari-hari, menyatakan bahwa ia akan mengupayakan kinerja yang lebih maksimal untuk PT Kereta Api.
Ninuk bergabung dengan PT KA pada tahun 1993 setelah lulus SMA. Awalnya ia bertugas sebagai pegawai tata usaha Daerah Operasi I Gambir, Jakarta Pusat, sebelum kemudian beralih ke bagian Angkutan Penumpang Jabotabek. Pengamatannya tentang perilaku penumpang selama menjalani tugasnya membuat dirinya sangat paham akan tantangan-tantangan yang dihadapi sehari-hari oleh PT KA.
Dalam tahap seleksi, Ninuk menjalani prosedur yang ketat. “Saya mengikuti uji kompetensi bersama keenam rekan saya, selama satu hari,” katanya. Kini, setelah resmi menjabat sebagai Kepala Stasiun Universitas Pancasila, tekadnya semakin bulat untuk turut memberi warna perubahan bagi PT KA sehingga bisa memaksimalkan pelayanan terhadap pengguna jasa.
”Untuk langkah awal, saya akan merapikan sarana prasarana Stasiun Universitas Pancasila sehingga tampil cantik, bersih, agar penumpang nyaman,” ujarnya. Penataan akan segera dilakukan dengan melakukan pengecatan area stasiun dan membuat stasiun lebih terlihat asri.
Bukan hanya itu, Ninuk pun berusaha mendisiplinkan pengguna jasa kereta api untuk membeli tiket. “Karena itu saya minta kerjasama mahasiswa maupun masyarakat pengguna jasa kereta api agar disiplin membeli tiket,” anjurnya.
“Saya akan melakukan terobosan-terobosan dalam kerja saya, sehingga PT KA akan berjalan sesuai harapan dengan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat,” katanya. Namun dengan ramah ia mengelak menjawab secara rinci terobosan-terobosan apa yang ia canangkan. “Tunggu saja, yang terpenting saya bisa melakukan tanggung jawab ini secara baik sesuai yang diamanatkan dan diharapkan,” jaminnya.
Ada yang masih menggelitik hati mantan kondektur kereta Parahyangan ini. “Saya ingin sekali melanjutkan kuliah, untuk menambah wawasan,” katanya. Meski tertarik melanjutkan kuliah, Ninuk belum menentukan pilihannya ingin menempuh pendidikan di bidang apa. Menurutnya saat ini dirinya sedang berkonsentrasi untuk melakukan tugas baru. “Mudah-mudahan, saya bisa melaksanakan tugas ini dengan sebaik mungkin, itu saja dulu,” katanya. Baginya ini merupakan kesempatan yang baik untuk mewakili kaum perempuan.
“Ini merupakan satu bentuk emansipasi, saya berharap ini bisa jadi motivasi bagi perempuan-perempuan lainnya untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya,” tegasnya. Apabila sebelumnya dibutuhkan 63 tahun untuk seorang perempuan mencapai jabatan kepala stasiun, perlu dibuktikan di masa depan sejauh mana kesetaraan dalam memperoleh peluang jenjang karir diterapkan di lingkungan PT KA.
sumber >> Reportase Ninuk Cucu Suwanti di Sinar Harapan 27 Mei 2008
foto >> http://wanderer-eyewitness.blogspot.com