Seorang Kartini Dari Teluk Sepang
[KOMPAS] – Tidak harus mempunyai harta banyak agar seseorang mau dan bisa menolong sesamanya. Pikiran, tenaga, waktu, dan keterampilan yang kita miliki, apa pun bentuknya, bisa menjadi pertolongan berharga bagi mereka yang membutuhkan.
Prinsip itulah yang sejak tahun 1995 dipegang teguh oleh Kartini. Dia adalah kader posyandu dari Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
Di usianya yang bisa dikatakan lanjut, 64 tahun, Kartini tetap aktif dalam berbagai kegiatan. Dia antara lain aktif berkegiatan di posyandu dan mengadakan penyuluhan keluarga berencana (KB).
Bahkan, Kartini juga masih punya waktu dan energi untuk ikut aktif dalam Kelompok Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) binaan Palang Merah Indonesia (PMI) Bengkulu. Dia juga menjadi kader PMI tertua dalam Sibat Teluk Sepang.
Sehari-hari Kartini, ibu dari 12 anak, sibuk dengan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan masalah kesehatan warga Teluk Sepang. Dia turut memantau kesehatan ibu hamil dan anak-anak di kawasan itu, terutama anak di bawah lima tahun (balita).
Di samping itu, sebagai seorang dukun bayi, Kartini juga kerap menolong persalinan warga setempat. Pengalamannya selama ini membuatnya menyadari bahwa untuk persalinan yang berisiko tinggi, Kartini memilih tidak menanganinya sendiri.
”Untuk ibu-ibu yang persalinannya berisiko tinggi, tetap saya dampingi pergi ke bidan, puskesmas, bahkan ke rumah sakit, sampai semuanya tuntas. Lega perasaan saya kalau sudah bisa menolong mereka melahirkan dengan selamat,” ujarnya.
Tidak hanya mendampingi ibu yang melahirkan, Kartini juga membantu mengurus akta kelahiran si bayi dan kartu keluarganya. Maklum, kebanyakan warga Teluk Sepang masih awam dalam mengurus dokumen kependudukan.
”Saya tidak punya apa-apa (materi) untuk beramal, yang saya bisa hanya menolong persalinan. Semoga dengan membantu ibu-ibu yang melahirkan, saya bisa panjang umur dan sehat walafiat,” kata Kartini.
Ilmu baru
Setiap kali pergi ke rumah sakit, Kartini biasanya mendapat ilmu baru seputar persalinan serta kesehatan ibu dan anak. Semua pengetahuan tersebut diserapnya dari dokter yang bertugas di rumah sakit.
Ilmu dan informasi baru itu kemudian dia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Kartini juga rajin menyebarluaskan pengetahuan tentang pentingnya kesehatan dalam kehidupan sehari-hari warga Teluk Sepang.
Selain dari dokter di rumah sakit, pengetahuan Kartini juga bertambah karena dia sering mengikuti pelatihan dan pertemuan kader yang diselenggarakan puskesmas.
Dengan demikian, walaupun ”hanya” seorang dukun bayi, tata laksana persalinan yang dia terapkan tidak lagi murni tradisional. Kartini sudah mampu menerapkan tata laksana persalinan yang selayaknya dilakukan oleh tenaga medis.
Secara administratif, Kelurahan Teluk Sepang termasuk wilayah Kota Bengkulu. Namun, kawasan di tepi Samudra Hindia itu bisa dikatakan masih terbelakang.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan, misalnya, bagi sebagian besar warga di Teluk Sepang relatif rendah. Kondisi itu berkaitan pula dengan tingkat kesejahteraan ekonomi mereka.
Mayoritas penduduk di Kelurahan Teluk Sepang bekerja sebagai nelayan. Tingkat pendidikan mereka umumnya rendah. Dari jumlah penduduk Kelurahan Teluk Sepang yang tercatat 3.025 jiwa, hanya 4 orang di antaranya yang berpendidikan sampai perguruan tinggi.
Seperti umumnya nelayan di Tanah Air, kondisi ekonomi warga Teluk Sepang pun relatif masih kekurangan. Karena itu, sebagian perempuan di Teluk Sepang membantu keuangan keluarga mereka dengan bekerja di tempat penumpukan (stockpile) batubara di pelabuhan. Mereka mendapat upah Rp 40.000 per hari.
Mengabaikan kesehatan
Kondisi sosial-ekonomi penduduk di Teluk Sepang membuat kesadaran mereka akan pentingnya memelihara kesehatan keluarga, bahkan diri sendiri sekalipun, masih rendah.
Menurut Kartini, para perempuan yang diharapkan bisa memberi perhatian terhadap kondisi kesehatan keluarga itu tak dapat memenuhinya. ”Waktu mereka sehari-hari lebih banyak dihabiskan untuk bekerja mencari uang,” katanya.
Karena itu, sering kali saat para ibu tersebut seharusnya memeriksakan kesehatannya dan anak balita mereka, hal itu tidak mereka dilakukan.
”Umumnya penduduk di sini mengabaikan kesehatannya sendiri karena tidak bekerja sehari berarti mereka akan kehilangan penghasilan,” tuturnya.
Meski tidak mudah, Kartini tetap berupaya menyadarkan warga Teluk Sepang untuk peduli kesehatan. Di tengah kesibukannya sebagai dukun bayi, setiap sore dia tetap menyempatkan diri berkeliling kampung. Ia mengunjungi rumah ibu yang sedang hamil atau mereka yang mempunyai anak kecil.
Saat itulah dia mengingatkan mereka untuk memeriksakan kehamilan dan kesehatan anak-anak ke posyandu. Waktu kunjungan itu juga digunakan Kartini untuk memberikan penyuluhan langsung tentang berbagai aspek terkait kesehatan keluarga dari pintu ke pintu rumah warga.
”Saya hafal kondisi semua ibu yang hamil dan balita di sini. Daripada hanya duduk-duduk di rumah, lebih baik saya keliling kampung mengontrol ibu-ibu hamil sekalian silaturahim,” ujar Kartini.
Selain pentingnya memeriksakan kehamilan, dua hal yang juga selalu dia ingatkan kepada para ibu di Teluk Sepang adalah pentingnya memberi air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi mereka dan melaksanakan keluarga berencana.
”Kebanyakan warga di sini miskin, mereka tidak sanggup memberi anaknya susu formula. Di sini saya masuk, saya bilang ASI itu gratis dan lebih menyehatkan (dibandingkan susu formula) biar mereka mau menyempatkan diri memberi ASI,” tutur Kartini.
”Saya juga ingatkan ibu-ibu di sini untuk ber-KB. Saya bilang, jangan seperti saya, punya anak 12, tetapi tidak bisa mengurus dengan baik,” katanya menambahkan.
Apa yang dilakukan Kartini tak luput dari ejekan dan cemooh sebagian warga di Teluk Sepang. ”Mereka bilang, buat apa sudah tua kok saya masih sibuk ke sana kemari,” tutur Kartini yang memilih tidak peduli dengan suara negatif tersebut.
Apa yang selama ini dilakukan Kartini mungkin bukan sesuatu yang luar biasa bagi sebagian orang. Tetapi untuk ibu-ibu di Teluk Sepang, keberadaan Kartini bak pelita. Dia menjadi tempat pertama mereka untuk mendapatkan pertolongan. :: Kompas/Adhitya Ramadhan /Des2012