Sang ‘Ayu Bonyok’ Perpanjang Nilai Buah Afkir


oleh Nina Suartika 

Kasinem, sang 'Ayu Bonyok'

[VHR MEDIA] – PAGI riuh di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, awal Februari 2012. Kios-kios para agen buah dipenuhi peti-peti aneka buah yang siap diedarkan atau diambil penjual eceran atau kios buah. Kuli-kuli panggul bertelanjang dada dengan keringat berleleran sigap mengeluarkan peti-peti itu. Di sudut lain beberapa perempuan memilih buah-buah afkir. Mereka memulung buah yang tak layak jual.

Kasinem sibuk memilih salak dari Ijah yang memungut, meminta, atau membeli dari agen-agen buah. Kasinem dan teman-temannya biasa menyebut Ijah distributor. “Berapa ini, Mbok?” tanya Kasinem. “Dua lima (Rp 25 ribu) Yu, sekeranjang,” jawab Ijah. Tawar-menawar terjadi. Akhirnya Kasinem mendapatkan dua keranjang buah hanya dengan Rp 20 ribu. “Kalo di sini, kita harus pinter nawar. Kalo nggak, hanya dapet buah yang udah jelek banget, terus harganya mahal. Lha kalo begitu, rugi dong. Susah buat dijual lagi,” kata Kasinem.

Biasanya Kasinem tiba di pasar pada pukul enam pagi. Dia datang dari rumahnya di Jalan Pancawarga 30, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, menggunakan mikrolet 06A jurusan Kampung Melayu – Gandaria. Jarak dari rumah ke Pasar Induk Kramat Jati lumayan jauh.

Dia keluar rumah sejak pukul empat pagi. Jika banyak pekerjaan rumah, dia berangkat agak “siang”, sekitar pukul lima pagi. “Sebelum jalan, saya harus nyiapin makanan dulu buat anak-anak. Mereka kan pada sekolah. Sama nyiapin bekel buat suami,” katanya. Dengan modal satu keranjang besar dan dua keranjang kecil berwarna merah, Kasinem mencari buah-buah sisa yang sudah dikumpulkan para distributor buah bekas. Dia tidak hanya membeli di satu agen, tetapi harus berkeliling agar mendapatkan buah yang masih layak untuk dijual. “Kalau kita rajin jalan, mencari buah, lumayan dapatnya,” kata perempuan 43 tahun asal Solo, Jawa Tengah, ini.

Leave a Reply