Sambal Bu Rudy Jadi Kebahagiaan Ribuan Orang Setiap Hari
KOMPAS. com – Saat berkunjung ke Surabaya, banyak orang menyempatkan diri singgah ke depot Sambal Bu Rudy. Salah satu depot yang ramai pengunjung berlokasi di Jalan Raya Dharmahusada, Surabaya.
Jika sempat singgah ke Kota Surabaya, di depot ini Anda bisa menemukan Sambal Udang Pedas yang terkenal dari Bu Rudy. Meski menjadi ikon oleh-oleh khas Surabaya, sebenarnya masakan perempuan bernama lengkap IE Lany Siswadi ini berasal dari menu tanah kelahirannya, Madiun.
“Saya masak makanan Jawa, menu madiun, nggak mau dibilang Surabaya,” jelas perempuan yang lebih senang disapa Bu Rudy, menggunakan nama sang suami Rudy Siswadi.
Di lima restoran miliknya di Surabaya, yang disebutnya depot, tersedia aneka masakan khas Madiun. Seperti pecel usus, aneka pepes, juga sayur lodeh khas buatannya. Semua masakan, 80 persen dimasak langsung oleh Bu Rudy, tanpa resep khusus. Masakan yang dibuatnya mengandalkan keterampilan memasak yang dilatih sejak dini, mengikuti kebiasaan orangtua dan masyarakat desa di Madiun saat menyiapkan aneka jenis makanan.
“Saya masak hanya menggunakan feeling. Saya terbiasa masak sejak usia 10 karena dulu sewaktu di Madiun, saya sering bantu tetangga memasak masakan asli Madiun,” tuturnya kepada Kompas Female saat berkunjung ke depotnya di Dharmahusada, Surabaya beberapa waktu lalu.
Masakan asli Madiun inilah yang dikenalkannya di Surabaya sejak 2000. Bisnis kuliner dibangunnya tanpa perencanaan yang rumit. Sederhana saja niatannya, ia ingin memberikan pilihan masakan desa untuk masyarakat kota.
“Awalnya iseng-iseng saja. Orang kota suka masakan desa,” jelasnya yang hijrah dari Madiun ke Surabaya untuk memperbaiki nasib karena merasa tak bisa berkembang di tanah kelahirannya.
Lebih dari sepuluh tahun berlalu, Sambal Bu Rudy kini populer di berbagai penjuru daerah di Indonesia. Terutama Sambal Udang Bu Rudy yang khas dan pedas. Selain sambal, Nasi Udang Bu Rudy juga merupakan menu favorit penggemar masakan Jawa ini.
Nasi pecel komplit asli Madiun juga tersedia di depotnya. Bumbu pecel khas Madiun didatangkan langsung dari sumbernya. Perempuan kelahiran Madiun, 10 Oktober 1953 ini memberdayakan kaum janda di Madiun untuk memasok bumbu pecel yang khas untuk depotnya.
“Per minggunya kita butuh 100 kg bumbu, dikirim langsung dari Madiun enam hari sekali,” jelasnya.
Sambal Udang Bu Rudy yang menjadi oleh-oleh khas Surabaya bukan satu-satunya yang dicari penggemar sambal. Sambal buatannya yang lain juga digemari. Di antaranya Sambal Peda Hijau, Sambal Bajak Terasi, Sambal Lombok. Namun memang Sambal Udang Pedas yang khas paling favorit.
“Sambal udang habis 2.000 botol per hari, harganya Rp 12.000 per botol. Butuh 400-500 kg udang per harinya untuk memenuhi kebutuhan ini,” jelasnya.
Selain masakan yang khas dan cocok dengan selera masyarakat Jawa, kesuksesan Bu Rudy juga dipengaruhi karakter pekerja kerasnya.
“Saya ini orang desa yang masa kecilnya dituntut kerja. Di Madiun saat masa sulit saya dituntut kerja keras. Pengalaman masa kecil ini nggak akan saya lupa,” tutur anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Kebiasaan bekerja keras membentuk kepribadiannya menjadi sosok yang tekun, penuh semangat, selalu memikirkan yang terbaik, dan pribadi yang penuh syukur dengan tak pernah melupakan sejarahnya di masa susah.
Kerja keras inilah yang menghidupkan Depot Bu Rudy hingga kini. Meski tak dibarengi dengan manajemen yang modern, ibu empat anak ini yakin usahanya bisa terus bertahan.
“Saya tidak pernah memikirkan bagaimana ke depan. Urusan nanti punya Tuhan, hari ini ya hari ini. Yang penting saya selalu menjalankan yang terbaik. Asal tekun bisa sukses,” ungkapnya.
Bu Rudy kini memimpin 70 karyawan di lima depot di Surabaya dan memiliki karyawan loyal yang bekerja bertahun-tahun untuknya. Ia mengembangkan depot tanpa meminjam dana dari perbankan. Sambal kreasinya pun semakin banyak dikenal, dan permintaan pengiriman sambal pun terus berdatangan dari Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Semarang dan kota-kota lainnya.
Selain kerja keras, semangat berbagi juga menjadi karakternya. “Setiap harinya, makanan yang tak habis terjual selalu dibagikan gratis ke tukang sampah. Karyawan pun tak perlu memikirkan makan apa karena sudah tersedia,” tuturnya.
Menurutnya, selain tekun, kesuksesan juga bisa diraih kalau kita mau berbagi terutama ke orang susah. Pengalaman masa lalu perempuan yang juga disapa Cik Lany membuatnya tak pernah lupa untuk berbagi dari rejeki buah kesuksesannya.
Meski mendirikan depot dan memasarkan Sambal Udang yang terkenal seperti saat ini bukan jadi impian, Bu Rudy tetap punya keinginan, ” Saya mau menjadi motivator. Saya pernah bicara di depan 100 pengusaha, padahal saya ini siapa,” kata pebisnis perempuan yang matang karena pengalaman ini. :: KOMPAS/agustus2012