Riwayat Tokoh Sumatera Hj. Syamsidar Yahya Terbukukan
[HARIANSINGGALANG] – Tanggal 11 December 2012 PEKANBARU – Banyak tokoh perempuan yang sudah berbuat untuk kemajuan kaum perempuan yang belum terdokumentasi. Salah satunya Rangkayo Hj. Syamsidar Yahya (1914-1975), yang semasa hidupnya mencurahkan perhatian untuk kepentingan umat dan masyarakat. Sayangnya selama ini nyaris dilupakan orang. Syamsidar Yahya, lahir di Batagak Kabupaten Agam, 11 November 1914.
Demikian beberapa kesimpulan dari bedah buku biografi “Rangkayo Hajjah Syamsidar Yahya (1914-1975) Tokoh Perempuan Sumatera”, Senin (10/12/2012) di Gedung Wanita, Jalan Diponegoro Pekanbaru. Buku ditulis oleh Guru Besar Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Mestika Zed dan jurnalis/penulis buku Armaidi Tanjung, yang tampil sebagai panelis. Sedangkan pembedah buku Dr. Wilaela dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau dan moderator Prof. Dr. Hj. Ellydar Chaidir.
Ketua Penasihat Organisasi Wanita Provinsi Riau Hj. Septina Primawati Rusli, yang membuka bedah buku itu mengatakan, Syamsidar Yahya (SY) merupakan tokoh perempuan tiga zaman yang sudah mulai sejak zaman Belanda, Jepang dan setelah Kemerdekaan RI. “Bedah buku ini membuka cakrawala pengetahuan kita semua tentang sosok SY. Ini penting diketahui oleh perempuan dan generasi muda di Sumatra, khususnya Riau,” kata Septina yang juga istri Gubernur Riau Rusli Zainal.
Menurut Wilaela, dari buku yang ditulis Mestika Zed dan Armaidi Tanjung, tergambar SY berjuang membangun pendidikan perempuan di Riau, khususnya di Pekanbaru. Mendidik melalui wirid pengajian, madrasah awaliyah, kursus, panti asuhan dan sekolah. Rekam jejak dan tapak rujuknya masih ada hingga sekarang, yakni lembaga pendidikan di bawah nauangan YKWI. “Faktor keberhasilan SY adalah didukung oleh rekan-rekannya yang mengabdi dengan pertimbangan altruistik, sukarela, dan amar ma’ruf nahi munkar. Kondisi Pekanbaru masih minim dengan aktivitas sosial dan pendidikan, wirid pengajian kaum ibu merupakan sesuatu yang baru. SY adalah murid Rahmah el-Yunusiyah dan alumnus Diniyah Putri Padang Panjang dan istri pejabat,” kata Wilaela.
Menurut Wilaela, penulis buku berhasil menggambarkan sosok SY ke hadapan pembaca. Saat membacanya, sosok SY seperti tertayang di hadapan pembaca. Walaupun ada di beberapa halaman terdapat kesalahan kata. Baik Mestika Zed maupun Armaidi Tanjung, penulisan buku SY salah satu upaya merekam jejak tokoh yang wafat 35 tahun kemudian saat penulisan dimulai.
“Memang masih banyak sisi-sisi yang belum terekam, terutama dari orang- orang sempat bertemu dan meninggalkan kesan dalam kehidupan kesehariannya,” kata Armaidi Tanjung dalam rilisnya yang diterima Harian Umum Singgalang. Untuk itu, kata Armaidi, ke depan buku ini jika dimungkinkan dapat diterbitkan dalam edisi revisi untuk melengkapi. :: Harian Umum Independen Singgalang