Perempuan-perempuan Indonesia Penyelamat Lingkungan
[ANTARA] ~ Perubahan iklim, adalah kata-kata yang secara sakti telah mengubah kesadaran manusia termasuk perempuan untuk lebih memperhatikan, menyelamatkan dan melestarikan lingkungan. Akan tetapi, ternyata sudah ada orang-orang yang tergugah pikiran dan batinnya untuk menyelamatkan lingkungan di sekitar mereka, jauh sebelum orang sadar akan dampak dari perubahan iklim yang sedang terjadi karena pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan oleh manusia yang serakah.
Di Indonesia, penyelamat dan pelestari lingkungan, ternyata tidak hanya dilakukan oleh kaum pria, tetapi juga oleh perempuan dan ibu rumah tangga, bahkan perempuan desa miskin buruh tani.
Tercatat ada 18 perempuan-perempuan perkasa pemerhati lingkungan dari sembilan propinsi di Indonesia penerima penghargaan Kalpataru selama kurun waktu 1980 sampai 2008.
Dari propinsi Riau ada Anjar Suharmini penerima Kalpataru tahun 1993 kategori pengabdi lingkungan dengan aktivitas memanfaatkan lahan tidur berupa rawa, juga ada Sumarni penerima Kalpataru tahun kategori pengabdi lingkungan yang merupakan penyuluh lingkungan, dan ada Erni Suarti penerima kategori perintis lingkungan Kalpataru 2007 yang berhasil membuat pupuk organik.
Dari propinsi Sumatera Utara ada Zamriyah penerima perintis lingkungan Kalpataru tahun 1983 yang melakukan aktivitas teknologi perairan.
Sedangkan dari Jambi, ada Robiah yang melakukan penghijuan sehingga mendapat pengabdi lingkungan Kalptaru tahun 1988 karena melakukan penghijauan.
Dari Jakarta, ada Ully Sigar Rusady yang bernama lengkap Rulany Indra Gartika Rusady mendapatkan penghargaan pembina lingkungan hidup Kalpataru 2001 karena memberdayakan masyarakat, hutan rakyat, diklat dan menggubah lagu-lagu bertema lingkugan hidup.
Dari Jawa Barat ada Ny. Eroh penerima perintis lingkungan Kalpataru 1988 karena perempuan miskin desa Santara Mekar, Cisayong, Tasikmalaya ini berhasil membuat saluran air dengan memapras tebing cadas yang berhasil mengairi 75 hektar sawah.
Sedangkan dari Yogyakarta ada Dr Ir Oemi Hani`in Suseno penerima pengabdi lingkugan Kalpatru 1989 karena melakukan penghijuan, juga ada Larasati Suliantoro Sulaiman penerima Kalpataru tahun 1997 karena berhasil melestarikan tanaman.
Dari Yogyakarta juga ada Suwito Wongsodihardjo, perintis lingkungan Kalpataru tahun 2001 karena melakukan penangkaran dan Endang Maryatun penerima penyelamat lingkungan Kalpataru 2002 karena aktivitas sebagai penyuluh lingkungan.
Dari Jawa Timur ada Titik Tarwati penerima Kalpataru kategori pengabdi lingkungan tahun 2003 karena aktivitasnya menghijaukan lahan kritis dan pengembangan terasering, serta ada Julita Joylita Wahyu Mumpuni, penerima Kalpataru tahun 2004 sebagai perintis lingkungan karena berhasil memanfaatkan tanaman enceng gondok untuk bahan kerajinan, pupuk kompos dan kertas.
Di Jawa Timur juga ada Nurhidayati, penerima Kalpataru 2004 sebagai yang melakukan penyuluhan lingkungan, hutan rakyat dan rehabilitasi lahan kritis melalui penanamn pohon, serta Sriyatun Djufri, penerima Kalpataru 2008 yang melakukan pengkadersan kebersihan kota Surabaya.
Selain itu ada Wayan Sutiari Mastoer dari Surabaya yang menerima penghargaan Kalpataru tahun 2006 karena berhasil memanfaatkan sampah menjadi karya seni yang diminati masyarakat.
Di Kalimantan Timur, ada Sumiati penerima Kalpataru tahun 1993 karena berhasil memanfaatkan gulma menjadi lebih berguna.
Dari Sulawesi Utara ada Linneke S. Watoelangkow yang menerima Kalpataru 2004 karena berhasil merehabilitasi lahan melallui penanaman pohon, penyelamatan DAS, penggalangan dana lingkungan, pemberian beasiswa lingkungan, penyediaan TPA dan bibit pohon.
Organisasi Lingkungan
Selain perempuan-perempuan yang melakukan tindakan nyata di sekitar lingkungan mereka, juga terdapat perempuan-perempuan Indonesia yang memilih menyelamatkan dan melestarikan lingkungan melalui aktivitas organisasinya, baik dalam lingkup Indonesia maupun merambah dunia internasional.
Dari sedikit perempuan aktivis penyelamat dan advokasi lingkungan tersebut, ada Erna Witoelar, Emmy Hafild dan Siti Maemunah.
Erna Witoelar yang bernama lengkap Andi Erna Anastasjia Walinono merupakan aktivis pendiri beberapa lembaga lingkungan hidup seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Yayasan Kehati (Keanekaragaman Hayati) , Yayasan WWF- Indonesia dan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan. Ia adalah istri Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar yang lahir di Danau Tempe, Sulawesi Selatan aktivitas paling akhir menjadi Duta Besar PBB wilayah Asia Pasifik untuk masalah Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).
Sedangkan Emmy Hafild yang terpilih sebagai “Hero of The Planet” oleh Majalah “Time” pada 1999, memulai aktivitas peduli lingkungannya di Yayasan Indonesia Hijau pada 1982 sampai akhirnya Direktur LSM lingkungan Walhi periode 1996 – 1999 dan 1999 – 2002. Tahun 2005-2008, perempuan yang lahir di Petumbukan, Sumatera Utara itu terpilih sebagai Koordinator Organisasi Greenpeace Asia Tenggara (Thailand, Filipina dan Indonesia) dan sekarang aktif di lembaga Kemitraan (Partnership).
Siti Maemunah yang merupakan koordinator nasional LSM Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sejak 2003 sampai sekarang ini memulai aktivitas organisasinya dari Pencinta Alam Universitas Jember Jawa Timur kemudian ke LSM Kappala (Komunitas Pencinta Alam Pemerhati Lingkungan) sampai masuk ke JATAM pada tahun 2000.
Naluri Memelihara
Menurut Erna Witoelar, perempuan secara kodrati mempunyai naluri untuk memelihara sehingga akan lebih tekun dan lebih baik untuk menjaga lingkungan hidup dibandingkan kaum pria. “Ada perbedaan yang membuat perempuan lebih bisa tekun dan lebih baik dalam memelihara lingkungan yaitu karena perempuan punya naluri untuk memelihara,” kata Erna.
Bila gerakan ramah lingkungan secara konsisten dilakukan oleh kaum perempuan, katanya, akan dapat mempengaruhi anggota keluarganya seperti suami, anak, adik, kakak, kakek, maupun nenek sehingga akan lebih banyak orang yang peduli lingkungan.
Isu-isu kemasyarakatan seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi yang termaktub pada Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) juga dekat dengan kehidupan perempuan. Oleh karena itu, kaum perempuan mempunyai potensi yang kuat untuk memberi perubahan besar terutama terhadap lingkungan. [Nur R Fajar/Antara/Maret2009]