Perempuan Miskin Tak Terpantau Pemerintah, PEKKA Telurkan Paralegal
[HUKUMONLINE] – Memberantas kemiskinan dan meningkatkan pemberdayaan terutama pada perempuan di daerah, bukan perkara mudah. Salah satu alasannya adalah ketiadaan lembaga khusus yang menangani masalah khusus perempuan di instansi daerah. Demikian disampaikan Direktur Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Kodar Tri Wusananingsih, dalam jumpa pers di Jakarta, di awal Maret 2013.
Menghadapi situasi seperti itu, PEKKA tak mau hanya mengandalkan pemerintah. Mereka lalu melatih anggota masyarakat di sejumlah daerah menjadi paralegal yang berperan dalam mengamati masalah perempuan yang terjadi di daerahnya.
Ketika menemukan persoalan, paralegal melakukan advokasi. Misalnya, mendampingi perempuan yang tersangkut persoalan untuk mendapat keadilan ke pihak berwenang seperti kepolisian dan pengadilan.
Khusus mengenai ketiadaan lembaga khusus yang menangani masalah khusus perempuan, Kodar mengatakan paralegal melakukan pendekatan kepada para hakim dan Polwan di daerah. “Tidak ada pelayanan khusus untuk perempuan (di daerah,-red),” tegasnya.
Pemerintah Absen, Migrant Care Dampingi Calon TKW Daerah
Hal serupa dikatakan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, menurutnya pelayanan masyarakat di daerah, khususnya untuk kaum perempuan, jarang ada. Perempuan yang memimpin LSM di bidang pekerja migran itu mencontohkan seorang calon TKW yang ingin bekerja ke luar negeri.
Selama ini, calon TKW bingung untuk memperoleh informasi yang benar tentang tata cara bekerja di luar negeri. Akhirnya, calon TKW kerap mendapat informasi yang salah dan terjebak calo.
Kondisi itu sangat rawan bagi TKW karena pada saat dia berangkat ke luar negeri untuk bekerja tanpa dilengkapi dengan dokumen resmi, maka perlindungan TKW sangat minim.
Anis mengingatkan 80 persen dari jumlah TKI adalah kaum perempuan dan kantong TKI berada di daerah, maka lewat program MAMPU Migrant Care akan fokus membuat program di tingkat desa. Sejalan dengan konvensi Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarganya yang sudah diratifikasi Indonesia, Migrant Care akan membentuk desa peduli TKI.
Rencananya, desa peduli TKI itu akan dibentuk di kantong TKI seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Teknisnya nanti, Migrant Care mendorong agar di berbagai daerah itu diterbitkan peraturan desa (Perdes) yang selaras dengan konvensi Perlindungan Pekerja Migran. Misalnya, memudahkan akses informasi untuk calon TKI dan bagaimana mengelola TKI ketika kembali ke desanya.
Menurut Anis, hal itu yang selama ini luput diperhatikan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat atau daerah. Sehingga, program preventif dalam rangka perlindungan terhadap TKI sangat minim. Apalagi, mayoritas perempuan desa terpaksa menjadi TKW karena terjerat kemiskinan. Anis berharap desa peduli TKI akan mengubah kebijakan pemerintah agar serius melindungi TKI. “Selama ini pemerintah tak menyelesaikan akar masalah,” katanya.
Donor Asing Justru yang Dukung
Langkah seperti yang dilakukan PEKKA dan Migrant Care membuat Australia melalui program AusAID-Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) menggandeng para LSM.
Direktur Program MAMPU dari perwakilan AusAID di Indonesia Kate Shanahan mengatakan program ini fokus ke beberapa isu yang dirasa penting untuk kaum perempuan di Indonesia. Seperti meningkatkan akses perempuan terhadap kesempatan kerja dan mendapat jaminan kesehatan.
Dalam menjalankan program ini, Kate mengatakan AusAID menggandeng sejumlah LSM yang fokus terhadap isu perempuan. Selain itu, program MAMPU mendapat dukungan yang cukup baik dari pemerintah Indonesia.Kate berpendapat, untuk menanggulangi kemiskinan yang menjerat kaum perempuan di Indonesia sangat rumit. Untuk itu AusAID tak hanya bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, tapi perlu mengajak LSM. Pasalnya, LSM punya jaringan yang besar sampai ke daerah terpencil.
Kate melihat LSM dan jejaringnya bersentuhan langsung dengan masyarakat lokal. Sejumlah LSM yang ikut membantu pelaksanaan program MAMPU diantaranya Migrant Care, Koalisi Perempuan Indonesia, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dan Kapal Perempuan. Sedangkan salah satu lembaga pemerintah yang dilibatkan yaitu Komnas Perempuan dan organisasi ketenagakerjaan PBB, ILO.
Kepala Penasihat Teknis ILO Jakarta, Miranda Fajerman, mengatakan untuk program MAMPU, ILO akan fokus pada pekerja perempuan di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan rumahan. Dia menyebut pekerja di sektor UMKM seolah tak muncul di permukaan, padahal UU Ketenagakerjaan mengatur hal itu. Untuk mewujudkannya, lewat program MAMPU ILO akan melakukan sejumlah hal. Seperti meningkatkan keahlian, keterampilan, berorganisasi para pekerja perempuan di sektor tersebut.
Tak ketinggalan, Miranda menjelaskan ILO akan berupaya menggandeng pihak swasta untuk membantu kegiatan usaha yang dilakukan pekerja perempuan tersebut. Serta mendorong Kemenakertrans dan Disnakertrans untuk menerbitkan kebijakan yang mendukung. “Dengan begitu kami berharap pekerja UMKM dan rumahan punya posisi hukum dan kesejahteraan yang lebih baik,” pungkasnya. :: HUKUMONLINE/mar2013
via Perempuan Miskin Daerah Tak Terpantau Pemerintah – hukumonline.com.