Perempuan Desa Lombok Perkuat Kemandirian Melalui Radio
Nusa Tenggara Barat yang terkenal dengan istilah Bumi Gora karena berhasil mengembangkan pola tanam dengan sistim Gogo Rancah pada daerah lahan kering atau tadah hujan, sampai saat ini memiliki sekitar 100 stasiun radio komunitas, puluhan radio swasta, dan publik. Dari ratusan radio komunitas tersebut hanya 40 stasiun atau Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) yang tergabung dalam Jaringan Radio Komunitas (JRK) Wilayah Nusa Tenggara Barat. Dari 40 Lembaga Penyiaran Komunitas tersebut ada dua LPK yang memilih komunitas perempuan. Radio Komunitas Perempuan itu adalah Radio Komunitas Pekka FM di kawasan Dusun Batumulik, Lombok Barat dan Radio Komunitas Ninanta FM di Desa Ketangga, Lombok Timur. Suatu jarak yang cukup jauh dari ujung barat ke timur.
Pekka FM
Dusun Batumulik yang terletak di Kecamatan Gerung, Lombok Barat, sebenarnya tidak jauh dari pusat kota kabupaten tetapi keadaannya terpencil dan masih belum memiliki prasarana lengkap. Di sana terdapat sebuah stasiun radio komunitas yang diberi nama Pekka FM. Kata “Pekka” sendiri diambil dari singkatan Perempuan Kepala Keluarga dan baru berdiri pada Februari 2008 lalu. Berdirinya Radio Komunitas Pekka diinisiasi oleh LSM bernama Pekka yang peduli dengan nasib para perempuan kepala keluarga yang keadaannya miskin dan kurang beruntung.
Sebelum ada radio komunitas, kelompok perempuan dampingan Pekka telah aktif melakukan pertemuan-pertemuan antar anggota untuk melaksanakan berbagai kegiatan pemberdayaan. Meskipun aktif, bersama-sama disadari bahwa penyebaran informasi seputar masalah-masalah perempuan menjadi terbatas di satu desa saja, padahal sangat bermanfaat juga bagi para perempuan di desa-desa lain yang berada di sekitarnya. Dari situlah gagasan untuk membangun sebuah stasiun radio komunitas tercetus.
Sayang, dana yang dibutuhkan untuk membangun sebuah radio komunitas ternyata sangat besar, sementara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri saja sudah sulit. Menurut Koordinator Pekka Wilayah Kecamatan Gerung, Riadul Wardiah, salah seorang pemrakarsa radio komunitas tersebut, radio komunitas ini terlaksana berkat dukungan jaringan Pekka yang dikoordinasi Sekretariat Pusat Pekka di Jakarta. Pekka Pusat banyak bekerjasama dengan beberapa instansi tingkat pusat seperti Kementerian Koordinator Kesra. Setelah pembicaraan untuk memperoleh dukungan, pihak Menko Kesra menyatakan kesediaan memfasilitasi perlengkapan radio komunitas bagi kelompok perempuan Pekka di Lombok Barat tersebut, melalui koordinasi JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia).
Radio Komunitas Pekka FM siaran sekitar 12 jam setiap hari, mulai pukul 08.00 WITA, istirahat pukul 12.00 hingga 16:00 WITA, kemudian lanjut siaran sampai pukul 24.00 WITA. Di samping menghibur warga masyarakat sekitar, Radio Komunitas Pekka FM berbagi pengetahuan dengan para pendengarnya, terutama kaum perempuan, dan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan di sekeliling mereka. Program acara dikemas dalam bentuk dialog interaktif, termasuk penyuguhan sandiwara radio dan rubrik-rubrik khusus untuk membahas topik-topik yang berkaitan dengan hak-hak perempuan.
Setiap hari siaran dipandu oleh penyiar-penyiar dari kalangan anggota kelompok Pekka setempat. Secara bergiliran, sesuai jadwal yang disepakati bersama, mereka memanfaatkan medium komunitas ini untuk menggemakan keberadaan perempuan dan perannya dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga, baik di bidang hukum, pendidikan, kesehatan, dan peningkatan pendapatan mereka. Para penyiar kadangkala harus bertukar jadwal siaran apabila mendadak harus mengurus kebun, lahan tani atau pekerjaan matapencarian lainnya.
Ninanta FM
Kalau Pekka FM berada di Lombok Barat, Radio Komunitas Ninanta FM berada di Lombok Timur. Untuk mencapai studio Ninanta FM harus ditempuh perjalanan sekitar tiga jam dari kota Mataram di Lombok Barat ke Desa Ketangga, Kecamatan Swela, Lombok Timur. Ini sebuah perjalanan yang cukup melelahkan. Lokasi Radio Ninanta FM juga terpencil, berbatasan dengan titik penyeberangan menuju Pulau Sumbawa, yaitu pelabuhan Kayangan. Di Desa Ketangga dapat ditemui peninggalan bersejarah seperti perlengkapan persenjataan beserta makam Raja Seleparang yang masih terpelihara dan disakralkan oleh masyarakat Pulau Lombok. Selain itu, desa tersebut juga berdekatan dengan tujuan wisata Air Terjun Lemor, yang indah dengan alam pegunungan dan berhawa sejuk.
Radio Komunitas Ninanta FM akhirnya berdiri pada Agustus 2008 setelah keberadaannya lama dinantikan oleh warga. Menurut Helmiatun, warga Desa Ketangga yang menggagas berdirinya Radio Komunitas Ninanta FM, desanya sudah dua kali gagal mendirikan radio. Empat tahun lalu dirinya bersama beberapa rekan bekerjasama dengan sebuah LSM di Mataram, Annisa, yang bergerak di bidang pendidikan dan kesejahteraan kaum perempuan. Sayang, LSM itu urung mendirikan sebuah radio di desa ini karena alasan teknis. Kemudian dua tahun lalu, mereka kembali gagal mendirikan radio karena rekanan mereka, LSM Plan, berpindah lokasi ke daerah binaan di Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa.
Kegagalan kedua membuat kelompok yang sudah dipersiapkan untuk mengurus radio menjadi kehilangan semangat. Untunglah komunitas perempuan setempat masih mempunyai kegiatan rutin dalam rangka program Pemda GAGAS Galang Anak Semesta menjalankan Sanggar Anak Bangun Mandiri sehingga semangat untuk kumpul dan bergandeng-tangan antar para perempuan dapat terus hidup. Kabar gembira datang ketika JRK Wilayah Nusa Tenggara Barat sekonyong-konyong menawarkan dibangunnya sebuah stasiun radio di Desa Ketangga. Kelompok perempuan yang telah dua kali siap untuk menjalankan radio menyambut tawaran ini dan lahirlah Radio Komunitas Ninanta FM, kata yang diambil dari bahasa daerah setempat yang berarti ‘perempuan kita’.
Selain mengisi program dengan hiburan musik atau lagu-lagu daerah Sasak, tersedia pula acara-acara dialog interaktif. Sebagai pendatang baru di Kabupaten Lombok Timur, Ninanta FM dianggap cepat naik daun. Hal ini terlihat dari tingginya respons dan interaksi via SMS maupun sambungan telepon langsung pada acara-acaranya setiap hari. Menurut Inkong, salah satu penyiarnya, bila ia siaran dan membahas isu-isu gender, tanggapan dari masyarakat sangat besar baik dari mereka yang setuju dengan ucapannya maupun dari mereka yang menentang. Inkong mengakui dirinya acapkali kewalahan melayani pertanyaan dari para pendengar. Karena sehari-hari terlibat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desanya, pertanyaan yang demikian bertubi-tubi umumnya dapat diakomodasi oleh Inkong dengan baik.
Ternyata, masalah pemberdayaan perempuan mendapat perhatian yang luar biasa dari pendengar dan warga masyarakat sekitar mengingat di Desa Ketangga banyak lelaki dan suami yang mencari nafkah ke luar daerah, bahkan ke luar negeri, meninggalkan istri untuk menanggung sendiri kelangsungan keluarga dan rumahtangga.
Naskah >> ‘Berdayakan Perempuan Melalui Radio Komunitas’ oleh Dedet Azhari / Majalah Kombinasi, Komunitas Membangun Jaringan Informasi / Sept2008
Foto >> http://suarakomunitas.combine.or.id + http://www.pekka.or.id