Pakar Telko Dian Siswarini: Perempuan Sukses Kenapa Dipertanyakan?
[CLEOPATRA] – Dian Siswarini menduduki jabatan direksi Excelcomindo (sekarang PT XL Axiata) pada April 2007 sebagai Direktur Teknologi, Content & Network Services X. Kini Dian menjadi inspirasi perempuan-perempuan Indonesia dalam meraih kesuksesan di ranah publik.
Dian salah satu sosok sentral di balik sukses dalam pengembangan jaringan XL. “Perempuan suskes di karir itu biasa, kenapa harus dipertanyakan?” ujar perempuan kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 5 Mei 1968 ini.
Nama Dian Siswarini mencuat ketika menjabat Sekjen Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI). Perempuan yang mengawali karir sebagai Supervisor Engineer di PT Citra Sari Makmur (CSM) tahun 1991 itu mengaku tujuannya masuk ke industri Telekomunikasi pada awalnya hanya ingin menjadi bagian dari perkembangan dan kemajuan industri telekomunikasi di tanah air.
“Saat saya masuk pada 1991, industri telko kita masih belum maju dan jauh tertinggal dari negara-negara lain. Namun saya yakin, industri telko kita akan segera bangkit, seperti saat ini,” kata Dian.
Menurutnya, sekarang banyak lahir tokoh-tokoh perempuan yang bergelut di berbagai bidang, termasuk bidang-bidang yang sejak lama dikenal sebagai bidang milik laki-laki. Bagi perempuan, tak tabu lagi merambah di dunia Information and Communications Technologies (ICT). Sektor ini bisa dikatakan “milik kaum pria” karena kebanyakan ahli-ahli teknologi informasi didominasi para pria.
Sebenarnya di dunia telekomunikasi banyak juga direktur perempuannya, meski mungkin bukan di bagian Network Service . Tapi, bagi Dian, perusahaan XL memberikan kesempatan sangat besar untuk perempuan bisa berkembang. Jika ada promosi untuk posisi seperti di bagian Field Operation, misalnya, tidak pernah meremehkan perempuan.
Menurutnya gender itu bukan faktor untuk menilai seseorang layak atau tidak menduduki sebuah jabatan. Semua murni berdasarkan kemampuan.
“Untuk level top management, perempuan juga lumayan banyak. Memang, dunia teknisi umumnya mayoritas dipegang pria, tapi menjadi pemimpin perempuan di divisi ini justru banyak keuntungannya. Bagian teknis, kan, juga banyak berhubungan dengan vendor dan supplier. Tidak munafik juga kalau di sini banyak berurusan dengan hal-hal semacam entertainment client yang negatif,” ungkap alumnus ITB ini.
Dian menyarankan, jika ingin melihat lebih banyak lagi perempuan berperanserta di industri Telekomunikasi, maka sebaiknya kita lebih meyakinkan lagi anak-anak atau murid kita untuk tidak khawatir masuk ke jurusan Telekomunikasi.
“Kalangan perempuan harus bisa mendorong, bagaimana agar bisa menghilangkan kesan bahwa teknik telekomunikasi adalah ‘bidangnya’ laki-laki atau bahwa bidang ini lebih mementingkan kerja dan kekuatan fisik Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Perempuan pun sangat mungkin berkarir di sini,” kata dia
Menurutnya, saat ini tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam industri telekomunikasi. Yang penting bagaimana bisa memajukan industri telekomunikasi Indonesia.
Dikatakan, saat ini jumlah perempuan yang berkiprah di dunia ICT memang terhitung masih sangat sedikit, sejak dulu hingga saat ini perempuan yang memilih jurusan teknik tetap saja masih sedikit. Sepertinya kesan bahwa jurusan teknik, termasuk teknik telekomunikasi, adalah jurusan yang memerlukan kekuatan fisik, atau dunianya lelaki, masih juga melekat di masyarakat.
“Ini menjadi tantangan bagi kita sebagai orang tua dan pendidik, bahwa telekomunikasi adalah jurusan yang tidak selalu memerlukan kekuatan fisik. Selama saya berkarir di dunia ini, sepertinya tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan,” sarannya
Dian menilai kesuksesan karir perempuan tak lepas dari perkembangan zaman yang menuntut emansipasi perempuan dalam berkarir dan sukses juga dalam pengelola kehidupan rumahtangga. Persepsi budaya menempatan perempuan hanya di dapur saja, persepsi itu kini sudah tak berlaku lagi. Perempuan berhak untuk menunjukkan jati diri meraih kesuksesan setara dengan pria, tapi perempuan memiliki keunggulan karena kemampuannya dalam membagi waktu dengan memberi perhatian pada keluarga di rumah.
“Perempuan punya kekuatan lebih merambah karir dan prestasi kerja di dunia laki-laki,” tuturnya.
Dian menjelaskan suka-duka bergelut di industri Telekomunikasi, di mana sukanya, industri Telekomunikasi sangat cepat perkembangannya. Begitu pula dengan teknologinya begitu pesat. Bagi Dian disini menariknya, dituntut untuk terus belajar agar tidak ketinggalan. Selain itu musti membangun networking agar bisa terus meng-update perkembangan yang ada.”Sedangkan dukanya, hampir tidak ada,” tutur Dian
Namun, di tengah kesuksesan Dian, masih tersisa sekelumit persoalan yang menjadi perhatiannya. Tantangan dihadapi ketika saat ini penetrasi internet dan data belum maksimal ke semua kalangan masyarakat, termasuk juga merata ke semua daerah termasuk daerah terpencil. Hambatan terbesar belum meluasnya penetrasi internet saat ini, sambung Dian, karena masyarakat belum melihat akses internet dan data sebagai kebutuhan. Belum lagi, infrastrukturnya juga mahal untuk dibangun, sehingga mempengaruhi kemampuan operator untuk segera membangun jaringan ke semua daerah, termasuk daerah terpencil.
Namun, Dian optimistis, nantinya Telekomunikasi, termasuk internet bisa menjangkau semua lapisan masyarakat Indonesia. Kelak telekomunikasi bukan lagi memiliki sekadar jangkauan yang merata, namun juga kualitasnya benar-benar bagus sehingga manfaatnya maksimal. Karena itu, edukasi ke masyarakat juga musti maksimal agar informasi yang disampaikan ke masyarakat bisa benar-benar dimengerti
_Bagi Fokus Antara Rumah dan Kerja
Bagi Dian, untuk menjalankan karir dan keluarga secara berimbang, perlu kemampuan membagi waktu. Intinya, ketika waktu di kantor tidak boleh memikirkan masalah keluarga, begitu sebaliknya waktu di rumah jangan memikirkan pekerjaan di kantor. “Jadi menurut saya antara soal keluarga dan rumahtangga harus berbagi porsi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan,” tutur pecinta olahraga golf ini.
Selain fokus, kata Dian rencanakan waktu dengan baik. Jika di pekerjaan masih punya PMO (project management officer) yang mengatur jadwal, sisanya harus membuat planning atau rencana sendiri untuk urusan rumah. Baik untuk rencana harian, jangka panjang, maupun pendek.
Bila perlu, punya langganan yang memungkinkan membereskan urusan di hari weekend . Misalnya, punya langganan dokter atau klinik yang buka Sabtu dan Minggu, juga bank yang mau melayani di hari Sabtu.
“Saya pribadi, karena selalu memprioritaskan keluarga, sejak awal berusaha agar rumah dekat dengan kantor. Meski memerlukan biaya tambahan dan mungkin rumah tak bisa seluas rumah yang lama,” ujarnya.
“Misalnya,” kata Dian, “saat melahirkan anak kedua, saya pindah ke Tebet agar lebih dekat dengan kantor. Ternyata ini memungkinkan saya untuk makan siang di rumah paling tidak tiga kali seminggu. Begitu pula saat menyusui, saya masih bisa pulang di siang hari untuk menyimpan ASI. Perencanaan juga diterapkan untuk memberikan ASI lebih lama untuk ketiga buah hati. Selama cuti melahirkan, Dian membuat bank ASI.
“Capek memang, tapi itu harus dilakukan jika ingin kembali ke kantor tapi tetap ingin memberikan ASI eksklusif. Ini memang sudah menjadi bagian dari rencana saya dan suami dalam membangun keluarga,” pungkas Dian.
Dian dikarunia tiga. “Anak pertama saya, Amyra Meidiana (17), saat ini sedang menuntut ilmu Teknologi Informasi di Sydney University. Yang kedua, Farhan Ariana Rahadian duduk di kelas 2 SMP dan Rizki Aulia Muhammad duduk di kelas 3 SD,” demikian Dian Siswarini menutup perbincangan. :: TABLOIDCLEOPATRA/Sigit/01apr2012
via Wanita besi dibalik sukses jaringan XL | Tabloid Cleopatra.