Lila Abadikan di T-shirt 100 Teman FB-nya
[RADARLAMPUNG] – Jika melihat pelukis menggoreskan kanvasnya di media kertas atau sejenisnya, tentu itu hal biasa. Tetapi bagaimana jika seorang pelukis menggambar sketsa wajah seseorang langsung ke media kain, seperti baju, yang bisa langsung dipakai dan dinikmati? Hal ini yang dilakoni Lila Ayu Arini (32) sejak akhir 2011. Apa yang melatarbelakanginya?
TAK sulit mencari rumah Lila Ayu Arini, salah satu pelukis perempuan Lampung. Saat bertanya di tempat mangkal ojek di Perumahan Waykandis, Bandarlampung, tukang ojek langsung mengenal nama yang dimaksud. ”Oh pelukis itu ya. Suami-istri pelukis kan,” ujar salah satu pria yang sedang duduk di pangkalan ojek tersebut.
Dan berdasarkan petunjuk darinya, rumah yang berlokasi di Jalan Bunga Akasia Blok 5C No. 3 Perumahan Waykandis itu pun dapat ditemukan. Rumah sederhana tipe 21, dengan dua kamar, disitulah Lila dan suaminya serta ketiga anaknya tinggal.
Kedatangan Radar Lampung pun sudah ditunggunya, karena memang sebelum memutuskan untuk datang, wartawan koran ini terlebih dahulu membuat janji dengannya.
Ketika memasuki ruangan berukuran 3 x 3 meter tersebut terpajang beberapa lukisan wajah dengan berbagai ekspresi. Salah satu yang dikenal wartawan koran ini adalah Mother Theresia, yang dilukis di media kertas dengan menggunakan pensil khusus gambar. Dan empat lukisan wajah perempuan yang dibuat dengan kanvas yang belum selesai dilukis.
Sementara itu, di pojok kiri ruangan terdapat peralatan melukis seperti cat, kuas, serta kayu dan papan yang digunakan untuk membingkai lukisan.
Tak hanya lukisan dan peralatan melukis yang berada di ruang tamu tersebut. Mungkin karena rumah yang berukuran kecil, kedua anak Lila tampak asyik di depan komputer yang juga diletakkan di salah satu pojok ruangan.
”Ya begini Mbak keadaannya. Beberapa lukisan ini belum jadi. Kalau lagi mood, empat jam lukisan ini selesai. Tetapi kalau tidak mood, bisa berbulan-bulan,” kata perempuan kelahiran Tanjungkarang, 21 Februari 1979, tersebut.
Lila mengungkapkan lukisan yang berada di ruang tamunya itu mempunyai sejarah. Mengapa ia sampai melukis wajah tersebut, seperti Mother Theresia, karena setelah menonton filmnya, ia langsung terinspirasi ingin membuat sketsa wajahnya.
Lila menceritakan kemampuan melukisnya didapat secara otodidak. Selain memang karena darah keturunan pelukis mengalir di dalam dirinya, karena orang tuanya Ari Susiwa adalah seorang pelukis Lampung.
Ia mulai melukis sejak tahun 2000, namun saat itu senang melukis karakter wajah orang-orang yang dilihat dan ditemuinya. [pullquote]”Karena dari raut wajah tersebut dapat diketahui karakter seseorang,” imbuhnya. Sudah banyak sketsa wajah orang yang dilukisnya. Dari orang-orang biasa, konglomerat seperti Muktar Sani, hingga pejabat Lampung Atu Ayi. Namun semuanya menggunakan media kertas dan kanvas, bukan media kain.[/pullquote]
”Media kain ini baru dua bulan lalu saya lakoni,” ujar istri Zelly Barzalino itu.
Lila mengungkapkan, ia beralih ke media kain seperti baju bukan tanpa alasan. Melainkan ingin memperkenalkan bahwa Lampung juga memiliki pelukis muda dan berbakat. Selama ini kalau bicara lukisan, orang pasti langsung tertuju ke Jogjakarta ataupun Bali. Tetapi sebenarnya Lampung juga memiliki banyak pelukis. Namun karena terhambat media untuk mempromosikannya sehingga pelukis Lampung tenggelam.
”Seperti waktu membuka salah satu stan pada kegiatan Lampung Fair, saat itu mulai memperkenalkan lukisan sketsa wajah di baju. Sangat miris mendengar salah satu pengunjung yang mengatakan ‘memang di Lampung ada pelukis’,” kenangnya.
Kemudian karena faktor ekonomi juga yang membuat ibu dari tiga anak ini memutuskan untuk melukis di media baju. Kalau lukisan pensil, harganya mahal. Pensil saja per wajah ukuran 50 x 60 cm seharga Rp750 ribu. Sedangkan kanvas jauh lebih mahal, mencapai Rp1 juta untuk satu sketsa wajah. Tetapi dengan melukis langsung di baju kaus, harganya paling mahal hanya Rp100 ribu, dan itu sudah termasuk kaus baju yang disediakannya.
”Tetapi kalau mau menyediakan sendiri juga tidak masalah. Biasanya pembeli hanya membayar Rp75 ribu untuk satu sketsa wajah,” kata perempuan berambut panjang ini.
Meski harganya murah, lanjut Lila, melukis di baju kaus justru tingkat kesulitannya lebih tinggi. Karena tidak boleh sedikit pun melakukan kesalahan. ”Ini kan tidak seperti melukis dengan pensil, kalau salah bisa dihapus,” tukasnya.
Lila mengatakan melukis di baju ini hampir sama dengan kalau kita mencetak gambar dengan mesin sablon. Karena cat yang digunakan cat sablon, hanya langsung ditumpahkan ke kaus dengan melukisnya berbekal foto wajah yang akan dilukis.
”Dan tentunya ini eksklusif. Karena setiap satu sketsa wajah, cuma satu yang dibuat,” ujarnya sambil memasukkan cat sablon ke plastik yang ujungnya telah digunting. Untuk menyelesaikan ini, terus Lila, waktu yang dibutuhkan empat jam, dan bahan kaus apa pun bisa. Yang terpenting bahannya tidak berbulu.
Lila menuturkan, yang terpenting dengan melukis di baju kaus, orang-orang bisa mengetahui bahwa Lampung juga memiliki pelukis. Karena kalau baju kan pasti dipakai dan dibawa jalan-jalan. Setidaknya ini menjadi media promosi juga. Dari satu orang bisa keseribu orang.
”Karenanya sejak memutuskan untuk melukis di baju kaus ini, saya memiliki misi menggambar 100 wajah teman Facebook (FB) yang kemudian di-attach di FB,” katanya. :: RadarLampung/jan2012