Lewat Teater, Tya Setiawati Gugat Konstruksi Keperempuanan

"Bumi Perempuan", Teater Sakata, 2006.

Ingin  Bangun Optimisme Perempuan

Pada awal tahun 2000an, Tya menyutradarai kisah Pelayan-pelayan yang diadaptasi dari sebuah naskah asal Prancis. Pada 2005, muncullah keinginan untuk mencoba menulis naskah teater tentang perempuan. Lahirlah karya berjudul “Dekonstruksi Perawan” yang dipentaskan di delapan kota di Indonesia. Sejak saat itu, nama Tya mulai diperbincangkan.

Aksi Tya berlanjut, dia terus menelurkan karya-karya bertemakan perempuan. Antara lain “Bumi Perempuan” (2005) dengan seluruh pemain perempuan yang memangkas habis rambut masing-masing. Dalam pentas ini, ia berkolaborasi dengan Perempuan Pekerja Teater dari Sumatera Barat. Ia lanjut terus dengan “Ketika Sel dan Tulang Bekerja” (2007), “Tsunami, Tsunami” (2008) dan karya-karya lain seperti “Ba Bi Ba Bu”, “Jam Dinding Yang Berdetak”, “Pelajaran”, “Suara-Suara Mati”, “Jangan Biarkan Pagi Datang” serta “Suatu Salah Paham”.

Lewat teater, Tya berupaya menggugah kesadaran dan membangun optimisme perempuan. ‘Terutama setelah berkeluarga, sensitivitas saya tentang perempuan semakin terbangun. Saya tahu betul apa yang dirasakan perempuan. Saya juga merasakannya kok,” ucap ibu tiga putera ini. Dia ingin perempuan bisa tegar menghadapi peliknya kehidupan. “Saya pernah menyaksikan sebuah kejadian saat ibu saya berada dalam keadaan tidak berdaya,” kata Tya dengan mata yang tertuju ke lantai. “Menjadi perempuan yang kuat itu kan modal untuk mencapai semua yang kita mau. Jangan cuma bilang ‘ya sudahlah, mungkin sudah takdir’, atau ‘enggak apa-apa’,” ujar Tya seperti menggugat.

Leave a Reply