Kholifah Kalahkah Hama Padi Dengan Musuh Alaminya Sendiri
[TRUBUS-ONLINE+SHECAN+GREENSTUDENTJOURNALISTS] – Sejak lama hama penggerek batang menjadi momok pekebun padi, kedelai, dan kubis. Menurut Prof Dr I Nyoman Wijaya MS dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, penggerek batang padi Scirpophaga innotata merusak batang padi pada seluruh fase tumbuh. Tanaman muda yang titik tumbuhnya terserang akan rusak dan mati. Inilah yang lantas disebut sundep. Serangan pada malai berpotensi menggagalkan panen 100%. Petani lazim memanfaatkan pestisida kimiawi berbahan aktif karbofuran, karbosulfan, atau fipronil untuk membasmi hama itu.
Kholifah, warga Desa Kedungringin, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, berbeda. Ia justru memanfaatkan musuh alami hama padi itu sendiri, yaitu serangga parasitoid Trichogramma sp, untuk mengatasi penggerek batang itu. “Famili parasitoid Trichogrammatidae – termasuk Trichogramma sp – tergolong polifag dan menyerang serangga dari ordo Lepidoptera (kupu tomat Protoparce sexta), Diptera (lalat buah Drosophila melanogaster), Heteroptera (kepinding tanah Scotinophara coarctata), Hymenoptera (lebah madu Apis mellifera),” kata Prof Ir Loekas Soesanto MS PhD, ahli hama dari Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Metode Pias
Kholifah menyelipkan selembar kertas berperekat yang disebut pias pada ajir yang ujungnya dibelah. Lalu ditudungi gelas plastik supaya terhindar dari terpaan hujan. Supaya pias tidak dihinggapi serangga lain, ajir diolesi produk pelembap kulit untuk wanita sebagai atraktan. Perempuan kelahiran 10 Agustus 1967 itu lalu melepas trichogramma dengan jalan spot release, yaitu melepas parasitoid di titik-titik tertentu. Jarak antar ajir atau spot release sekitar 25 – 30 meter.
Dosis dan waktu pelepasan parasitoid setiap tanaman berbeda-beda. Tergantung populasi telur serangga hama sasaran di tanaman. “Pada padi dan kubis pada awal penanaman, sedangkan kedelai saat pembungaan,” tutur Kholifah, yang memangku jabatan sebagai Ketua Pusat Pelatihan Pedesaan Swadaya Provinsi Jawa Timur itu. Mafhum siklus hidup Trichogramma tergolong pendek, hanya sekitar 10 – 11 hari sehingga pelepasan harus lebih sering.
Pemasangan pias dilakukan pagi sebelum pukul 7, atau sore setelah jam 4. Setelah menetas, Trichogramma akan terbang mencari telur-telur hama penggerek batang untuk dihinggapi. Setiap Trichogramma mampu menjadi parasit 6 butir telur hama penggerek. Akibat invasi itu, telur penggerek tak jadi menetas menjadi larva ulat melainkan menjadi Trichogramma. Kemampuan parasitisasi mencapai 70 – 90%, sehingga dengan cara ini pestisida tak lagi diperlukan.
Jalan menikung harus dilalui Kholifah kala bertani organik memanfaatkan agen hayati. Semua bermula saat penggunaan pestisida kimiawi untuk hama penggerek padi menggila di sekitar tempat tinggalnya pada penghujung 1990-an. Bau menyengat pestisida kimiawi kerap tercium hingga ke rumah Kholifah dan warga sekitar yang terletak di tepian sawah. Pada malam hari, banyak hama berkeliaran di sekitar rumah dan menaruh telur di dinding dan perabot rumah. Serangga itu menimbulkan gatal ketika menempel di kulit.
Bersama sang suami, Sirkan, ia menanam padi organik seluas 1 ha. Tak setetes pun racun kimia mereka gunakan karena Kholifah telah meyakinkan suaminya untuk bersama bersiteguh pada metode pendayaan Trichogramma untuk mengalahkan hama. Kholifah dianggap gila dan diejek ‘kebanyakan uang’ oleh petani-petani lain karena nekad membasmi hama penggerek tanpa pestisida buatan pabrik. Namun apa pun perkataan orang, memang akhirnya hanya hasil panen yang membuktikan. Para tetangganya yang tak memanfaatkan Trichogramma hanya berpendapatan Rp 6.015.000/ha, sementara Kholifah mampu menuai Rp 7.380.000/ha. “Selisih Rp 1,4 juta itu akhirnya membuat banyak orang tertarik,” ungkapnya.
Atas konsistensinya memasyarakatkan penggunaan agen hayati yang ramah lingkungan, pada 2010 Kholifah menerima Penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan pada tahun 2010 dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Memupuk Ilmu dan Berbagi
Berkat keuletannya menebarkan semangat bertani ramah lingkungan, sekarang sudah banyak petani lain yang akhirnya terinspirasi mengikuti jejaknya. Ia konsisten memperlihatkan bahwa dengan memakai pembasmi hama yang ramah lingkungan, seperti metode yang dikembangkan dirinya, bukan cuma hama hilang, tapi biaya produksi pun bisa ditekan sampai 70%. Alhasil, keuntungan hasil panen para petani menjadi lebih besar.
Meski bukan lahir dari keluarga berada dan hanya tamat SMA (itu pun melalui kejar paket), Kholifah tidak membatasi dirinya untuk meraih lebih. Titik-balik berawal saat penggunaan pestisida dan pupuk kimia begitu marak di kalangan para petani di desanya. Kholifah diam-diam memutar otak. Ia berusaha mencari jalan untuk menghindari penggunaan bahan kimiawi yang demikian menyegat, tanpa mengurangi hasil panen.
Ia kemudian bergabung dengan sebuah kelompok tani yang bernama “Petani Maju” pada tahun 1997. Tak lama setelah itu, ia diminta oleh ketua kelompok tani ini untuk mengikuti sebuah kursus yang diselenggarakan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), tepatnya pada tahun 1998. Dari sinilah Kholifah mendapatkan banyak pengetahuan tentang jenis hama, musuh alami, virus dan penyakit tanaman padi. Sejak saat itu Kholifah menjadi semakin tertarik pada pengetahuan ilmiah dan menyisihkan waktu untuk mengikuti kursus-kursus lain yang berkaitan.
Untuk Kesejahteraan Bersama
Berkat ketekunan dan semangatnya untuk memecahkan persoalan, Kholifah akhirnya mendapatkan pencerahan. Dengan cerdas ia menyimpulkan bahwa cara terampuh untuk mengalahkan hama penggerek batang padi (Scirpophaga sp) adalah dengan menggunakan musuh alaminya sendiri, yaitu jenis serangga parasit berukuran sangat kecil bernama Trichogramma sp, yang sepintas tampak seperti tawon miniatur.
Keberhasilan Kholifah dalam memperbesar marjin keuntungan hasil panen tidaklah membuatnya serakah. Melihat keberhasilan penemuannya dalam praktek, ia pun bersemangat untuk berbagi pengetahuan dengan sesama warga tani. Berkat kecemerlangan gagasan Kholifah, sejak tahun 2000 tidak lagi tercium bau kimia pabrikan yang menyengat di desanya. Dan kesejahteraan pun menjadi lebih mudah dan terbuka untuk diraih bersama. Dari tingkat desa, pengetahuannya pun menyebar dan dipraktekkan sampai tingkat kecamatan, kabupaten dan akhirnya provinsi.
Pesanan untuk mendapat agen pembasmi hama Trichogramma hasil kembangannya dengan sendirinya meningkat pesat, hingga ia pun kewalahan untuk mengerjakan sendiri. Pada tahun 2000 ia mendirikan Pusat Pelayanan Agens Hayati (PPAH) “Tani Makmur” untuk mendayakan warga setempat untuk bersama membudidayakan Trichogramma dalam jumlah besar. Keuletan Kholifah tidak berhenti sampai di situ. Ia terus melakukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan pupuk organik yang menjamin keberlanjutan sumberdaya alam setempat dan kesejahteraan sesama warga tani. Sosok inspiratif ini bukan hanya berhasil menggugah sesama kaum tani untuk mengutamakan pengetahuan, melainkan puterinya sendiri yang memilih mengikuti jejak ibundanya dengan meneruskan pendidikannya di Jurusan Pertanian Universitas Brawijaya. :: TrubusOnline + GreenStudentJournalists + TupperwareSheCan
http://trubus-online.co.id/trubusmember/?p=7617
https://www.facebook.com/note.php?note_id=621515261213850
http://greenstudentjournalists.blogspot.com/2011/08/our-green-inspiration-kholifah-ibu.html