Kematian Teman Gugah Sinar Jadi Juru Penerang Kespro Di Pasar
[BALEBENGONG+DETIKCOM] ~ Ni Nyoman Sinar, usia 70an tahun, salah satu pedagang di Pasar Badung, Denpasar, Bali ini tersentak dengan kematian beberapa temannya karena kanker leher rahim. Ia heran karena setelah diketahui mengidap kanker yang ada di saluran reproduksi perempuan itu, temannya dengan cepat meninggal.
“Penyakit apa sih ini, saya bingung kenapa bisa ada di sekitar kelamin kita,” ujar Ni Nyoman Sinar. Kebingungannya kemudian terjawab ketika diberitahu seorang petugas penjangkau dari Yayasan Rama Sesana yang membuka klinik kesehatan di Pasar Badung. Petugas penjangkau inilah yang mendidik sejumlah pedagang untuk berani menjadi Peer Educator bagi komunitasnya di pasar tradisional terbesar di Bali itu.
Ni Nyoman Sinar lalu ditunjukkan sejumlah brosur berisi gambar alat kelamin perempuan, payudara, dan leaflet kesehatan reproduksi lainnya. Pertemuan berikutnya ia diajak diskusi bersama soal kesehatan reproduksi (kespro) di lantai IV Pasar Badung. Dari sana ia bertemu dengan beberapa pedagang dan buruh angkut lain di pasar terbesar di Bali ini. Klinik Yayasan Rama Sesana (YRS) di lantai IV kini menjadi tempat rutinnya untuk papsmear, pemeriksaan untuk melihat gejala gangguan di leher rahim.
Tak berhenti di sana, Ni Nyoman Sinar dan sejumlah temannya di pasar malah menjadi Peer Educator atau Pendidik Sebaya bagi perempuan lain soal kespro. “Saya merasa terpanggil saja. Dari rapat bulanan diberi pengarahan untuk diteruskan informasinya ke pedagang lain di pasar,” ujar perempuan pedagang alat kebutuhan upacara adat Hindu Bali ini.
Sepintas Pasar Badung tidak beda dengan pasar tradisional umumnya. Baik pedagang maupun pengunjungnya didominasi oleh kaum ibu, meski banyak juga wisatawan yang membaur di pasar tradisional terbesar di Bali itu, yang mengalami musibah kebakaran pada Februari 2016.
Ni Nyoman Sinar adalah salah seorang pedagang di Pasar Badung. Ibu dari 4 anak sekaligus nenek dari 6 cucu ini berdagang di kios yang letaknya persis di belakang salah satu Pos Keamanan Pasar. Seperti kebanyakan pedagang yang lain, ia selalu ramah menyapa pengunjung.
Namun ada Ni Nyoman Sinar mempunyai kekhasan tersendiri dibanding rekan-rekannya sesama pelapak. Selain menawarkan dagangan, ia juga membagi-bagi brosur tentang HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome) dan kesehatan reproduksi. Kadang-kadang, ia bahkan menawarkan kondom gratis.
“Awalnya banyak yang risih, terutama bapak-bapak. ‘Ini apa sih?’ katanya. Tapi lama-lama banyak juga yang ingin tahu,” tutur Nyoman, Sabtu (23/1/2016).
Bersama belasan relawan lainnya, Nyoman menjadi peer educator atau penyuluh sebaya bagi ibu-ibu pekerja di Pasar Badung. Beberapa adalah pedagang seperti Nyoman, dan sebagian lainnya adalah kuli angkut. Mereka tergabung dalam Yayasan Rama Sesana (YRS).
Tidak Terbebani Sebagai Penyuluh Kespro Sesama
Sebagai Peer Educator, Ni Nyoman Sinar merasa tak terbebani karena ia tidak dituntut dengan target tertentu. Untuk memudahkan, ia memajang sejumlah brosur informasi kespro di tokonya. Pancingan itu menyulut perbincangan antar penjual-pembeli dan pedagang lainnya. “Kebanyakan ngobrol soal alat kontrasepsi. Kalau ada yang punya masalah, saya rujuk untuk datang ke klinik Yayasan Rama Sesana. Semampu kita saja, ngayah untuk pencegahan dan keluarga,” tutur nenek lima cucu ini.
Selain Ni Nyoman Sinar, peer lainnya adalah Sumiati, 50an tahun, tukang angkut barang di pasar. Sumiati populer di kalangan buruh angkut dan carry (sebutan untuk guide lokal Pasar Badung), sebagai peer. Pendidikan kespro telah mengangkat derajatnya sebagai perempuan karena mulai memahami persoalan kesehatan diri sendiri serta mencegahnya.
Sumiati mengaku tak lagi menggantungkan diri kepada suami untuk memeriksa kesehatan karena adanya klinik di Pasar Badung itu. Bahkan ia kerap ditanyai anak dan suaminya karena membawa sejumlah brosur dan buku-buku kespro ke rumah.
Ini juga dirasakan Fatimah, 40an tahun. Pedagang nasi di lantai III Pasar Badung ini meletakkan sejumlah brosur di warungnya. Ada soal pemeriksaan payudara, HIV/AIDS, dan informasi dasar kanker leher rahim. Fatimah mengaku saat ini ia lebih pasti mengetahui soal infeksi menular seksual dan penyakit lain yang mudah diidap perempuan.
“Saya sering fotokopi brosurnya, dibagi ke ibu-ibu pengajian. Dari ibunya dulu didekati. Ibunya ngasi tahu bapaknya. Apalagi ada gambar (penyakit kelamin), malah ngeri dia,” ujar Fatimah soal cara membagi pengetahuan ke perempuan lain. Demikian juga halnya dengan kanker leher rahim yang kini ditakuti perempuan pedagang di Pasar Badung.
Di Dunia, Kanker Leher Rahim Renggut 250.000 Nyawa Per Tahun
Perempuan kini menghadapi ancaman kanker leher rahim. Tak banyak yang tahu soal kanker ini dan mencegahnya secara dini. Sejumlah perempuan di Pasar Badung, Denpasar, mengadvokasi diri dan teman-temannya untuk awas pada penyakit yang telah membunuh hampir 250 ribu orang perempuan tiap tahunnya di seluruh dunia. Menurut WHO, perempuan yang terdiagnosa kanker leher rahim (serviks) tiap tahun hampir 500 ribu orang, dan sekitar 80 persen kasus terjadi di negara berkembang. Kebanyakan yang meninggal karena tak mengetahui telah mengidap kanker stadium lanjut.
Dr Sari menjelaskan, pap smear adalah suatu tes sederhana untuk memeriksa kesehatan leher rahim (cervix). Tes ini adalah cara termudah untuk mendeteksi dan mencegah kanker leher rahim. Biasanya dokter akan mengambil sedikit contoh sel-sel di leher rahim dengan alat tertentu. Setelah diperiksa di laboratorium, hasil tes akan memperlihatkan tanda-tanda peringatan dini adanya kanker di leher rahim yang terdapat di dalam vagina. Tes ini juga dapat menjadi pendeteksi adanya infeksi alat reproduksi perempuan.Kadang-kadang sel-sel kecil leher rahim yang sehat dapat berubah menjadi tidak sehat (abnormal). Hal ini terjadi tanpa disadari. Kanker leher rahim baru menampakkan gejalanya pada stadium sudah lanjut. Gejalanya seperti keputihan yang berbau busuk, pendarahan saat atau setelah melakukan senggama, pendarahan spontan di luar haid, dan nyeri perut bagian bawah. Karena itulah diperlukan pemeriksaan sedini mungkin. |
Dr Sari menjelaskan bahwa organisasi nirlaba ini sudah berdiri sejak 1999. Selain rutin mengadakan penyuluhan di lantai 4 Pasar Badung, yayasan ini juga menyediakan layanan deteksi dini kanker serviks dan kanker payudara, serta infeksi menular seksual. Kebutuhan akan informasi tentang kesehatan di kalangan ibu-ibu di pasar sangat tinggi, dan informasi cenderung cepat menyebar di antara mereka. Oleh dr Sari, kondisi tersebut dianggap sebagai peluang untuk memberdayakan kaum ibu untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik.
Menurut catatan klinik YRS Januari 2004 hingga Februari 2005, penanganan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi ada 1.055 kasus. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan 84 kasus infeksi gonorrhea (GO), tanda-tanda infeksi pada mulut rahim (suspect chlamydia) 668 kasus, bacterial vaginosis 379 kasus, candidiasis vagina 312 kasus, serta tanda-tanda infeksi pada liang vagina 443 kasus.
Sejak 2005, tercatat 21.246 orang telah mengakses layanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana di klinik YRS. Dari angka tersebut, mayoritas yakni 68 persen adalah perempuan, 26 persen laki-laki, dan 6 persen anak-anak.
Pemeriksaan payudara tercatat 14.220 kali, pap smear untuk deteksi dini kanker serviks sebanyak 7.683 kali, tes infeksi menular seksual 17.265 kali, dan VCT (Voluntary Counseling and Test) untuk HIV sebanyak 3.161 kali.
Perjuangan dr Sari dan para relawan di YRS bukan tanpa kendala. Selain soal kebijakan pemerintah yang tidak selalu memprioritaskan kesehatan reproduksi, kesehatan seksual yang masih dianggap sebagai isu sensitif juga dianggap sebagai tantangan tersendiri.
“Untungnya, masyarakat Bali sangat open. Tidak banyak penolakan,” kata dr Sari.
Pemahaman Kesehatan Reproduksi Masih Rendah
Menurut dr Luh Putu Upadisari, dokter pendiri klinik kespro Yayasan Rama Sesana Pasar Badung, data pada tahun 2008 juga memperlihatkan situasi yang sama. “Dari hasil pemeriksaan pap smear, tanda-tanda ke arah keganasan tidak bertambah dari tahun ke tahun. Hasilnya sama saja, belum menunjukkan pertambahan ataupun penurunan,” ujar Dokter Sari.
Dokter Sari, panggilan akrabnya, mengatakan selain pap smear, keluhan kespro lain yang teridentifikasi di kliniknya adalah gangguan kesehatan organ reproduksi seperti keputihan, ketidakcocokan alat kontrasepsi, dan infeksi alat kelamin. Infeksi itu diantaranya gonorrhea dan clamydia.
“Sebagian besar perempuan berpenghasilan rendah di Bali tidak punya akses terhadap informasi kesehatan, serta layanan kesehatan dengan biaya yang terjangkau,” kata dr Sari menjelaskan latar belakang berdirinya YRS.
Untuk menarik perhatian perempuan Pasar Badung yang sibuk berakivitas, mereka diberikan hak untuk memilih topik diskusi. Yang paling disenangi adalah kesehatan umum. “Penyakit yang lagi ngetren seperti flu burung, demam berdarah. Tapi pasti disisipkan kespro,” kata Desak Suartasih, petugas lapangan YRS.
Selain itu, untuk mengakomodasi pedagang malam di Pasar Badung, YRS membuka klinik malam di area pasar. Sekitar jam tujuh malam, sejumlah perempuan dengan keluhannya masing-masing terlihat mulai berdatangan ke klinik yang menumpang salon kecantikan itu. Wajah-wajah lelah itu tak ragu lagi memeriksakan kesehatannya, ketika pelayanan kesehatan mudah diakses dan ramah bagi perempuan pasar.
Soal biaya pelayanan, dr Sari menjelaskan bahwa YRS menggunakan pendekatan donasi. “Semampunya mereka saja. Kalau mampu boleh bayar, kalau tidak juga silakan saja tidak perlu bayar,” jelas dr Sari. :: [Luh De Suryani/ BaleBengong.net/ januari2008/ DETIKCOM/ jan2016]