Kearifan Sungai Citarum Ada di Perempuan
Siti Robiah
Rentang 13 tahun tempa kemampuan adaptasi Siti Robiah. Ia pun mulai akrab dengan air Sungai Citarum yang mendampingi Kampung Bantar Caringin. “Air sungai Citarum bagi kita itu besar sekali manfaatnya. Bukan hanya untuk kehidupan disini karena banyak yang dari Citarum itu menghidupi masyarakat. Apalagi sekarang di sini udah dipakai untuk sirkuit arung jeram. Jadi menarik orang untuk berpiknik. Makanya kalau ada masyarakat yang merusak lingkungan citarum, kita suka gimana gitu. Jangan sampai lingkungan citarum ini tercemar.”
Robiah sadar benar jika tekad menjaga Citarum harus ia tularkan kepada yang lain, seperti ajakannya kepada anak-anak untuk tidak membuang sampah ke sungai Citarum. “Kalian usahakan jangan membuang sampah ke citarum. Bikin tempat sampah trus dibakar aja. Karena itu kan Citarum kita,” ucapnya. Apalagi sejak beberapa organisasi pegiat alam bebas mulai melirik Citarum sebagai media aktivitas arung jeram, Robiah kian rajin mengajak sesamanya untuk menjaga kebersihan Sungai Citarum. “Kan anak-anak suka mandi di Citarum, jadi biar nda apa-apa. Sudah dari sananya kena limbah, di sini juga ditambah lagi.”
Limpahan air sungai Citarum merangsang nafsu segelintir manusia untuk memanfaatkannya. Melalui pembangunan tiga waduk (danau buatan)/ DAM; PLTA Saguling (bagian hulu), PLTA Cirata, PLTA Jatiluhur, sebagai pembangkit listrik dan irigasi persawahan (wilayah Subang, Karawang, dan Bekasi), manusia bisa melakukan kontrol terhadap “karakter” air. Pun sepanjang aliran sungai Citarum telah sesak oleh riuh sekitar 500 lebih industri pabrik.
Adalah UBP (Unit Bisnis Pembangkitan) Saguling memanfaatkan tenaga air Citarum dan anak sungainya sebagai penggerak utama turbin penghasil listrik. UBP Saguling mengelola 29 mesin pembangkit yang tersebar di Jawa Barat dengan total kapasitas terpasang 797,36 MW menaungi 8 sub-unit pembangkitan; PLTA Saguling, PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Cikalong, PLTA Bengkok dan Dago, PLTA Ubrug, PLTA Kracak, dan PLTA Parakankondang.
“Air ini kan pembuangan dari DAM Saguling. Jadi mungkin semua limbah dari wilayah Bandung masuk ke DAM trus dibuka. Nah ini kan air pembuangannya. Jadi air ini tidak bisa banjir karena di turbinnya bisa dikecilin. Ini kan lagi kebanyakan airnya. Kalau pas lagi kecil mah kecil, bisa sampai kering. Itu setahu saya,” ucap Robiah.
Robiah hidup dan berkeseharian di sepanjang aliran sungai Citarum, di hilir PLTA Saguling yang memasok listrik se Jawa-Bali. Ia menuturkan, “(di sini) sering mati lampu apalagi sekarang musim hujan. Tapi kan listrik di sini bukan dari Saguling ini. Kalau dari Saguling ini, tenaga listriknya dikeluarkan ke Bali sama Madura dan sekitar Jawa.”
Melansir Pikiran Rakyat, 2006, laju sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum kurun dasawarsa terakhir mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Laju ekspor sedimen tahun 1993 sebesar 1.18 juta ton meningkat menjadi 2.15 juta ton di tahun 2003. Hal itu diduga karena kerusakan ekosistem di sepanjang DAS, terutama berkurangnya luas hutan di bagian hulu.
Terkait penyebaran informasi tentang pola merawat air, Robiah menjelaskan, walaupun pihak LSM dan pemerintah sering melakukan penyuluhan kepada masryarakat demi menjaga aliran DAS namun kesadaran masyarakat belum begitu besar. “Mungkin belum maksimal,” imbuh perempuan yang kini mengelola TK, TPA, bahkan SMP IT.