Jempitan, Cara Perempuan Desa Lawan Kemiskinan
oleh A. Dardiri Zubaidri
[KOMPASIANA] – Pada minggu terakhir bulan Juli 2011, sebuah organisasi perempuan di wilayah Sumenep, Madura, meresmikan gerakan dhumbu’an (jempitan) yang melibatkan kurang lebih sekitar 500 anggota yang tersebar di 17 desa. Anggota sebanyak 500 orang ini diharapkan menjadi penggerak di komunitas masing- masing. Jika setiap penggerak bisa mengajak satu orang saja, maka jumlah yang terlibat dalam gerakan ini 1.000 orang.
Gerakan ‘jempitan’ adalah gerakan di mana anggota yang terlibat sepakat untuk menyisihkan 1 sendok beras setiap kali memasak. Jika dalam 1 hari para ibu memasak 2 atau 3 kali, maka para ibu menyisihkan 2 atau 3 sendok ke dalam kotak yang sudah disediakan oleh organisasi perempuan tersebut.
Setiap minggu, bersamaan dengan kegiatan kelompok pengajian yang ada di setiap desa, hasil jempitan bersama-sama dikumpulkan. Hasil jempitan dari desa diserahkan oleh koordinatornya kepada panitia di tingkat kecamatan. Seluruh hasil jempitan yang terkumpul kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi perempuan baik di tingkat kecamatan dan desa, sebagian disalurkan kepada warga miskin, sebagian dijadikan lumbung pangan, dan sebagiannya lagi di-saving untuk membangun Balai Kesehatan Ibu-Anak (BKIA).
Sikap Optimis yang Membangun
Para anggota yang seluruhnya perempuan terkesan optimis dengan gerakan ini. Dari pengalaman gerakan jempitan di satu desa dua bulan sebelumnya, penggalangan dana secara swadaya optimis bisa dilakukan. Di satu desa yang sudah sukses tersebut ada sekitar 200 orang yang terlibat dalam gerakan jempitan. Dalam dua bulan beras yang dikumpulkan hanya 1 sendok setiap kali mau memasak, ketika dirupiahkan memperoleh uang sekitar dua juta. Bayangkan jika gerakan ini nanti merata dilakukan di 17 desa. Hasilnya tentu jauh lebih besar. Dan itu hanya dilakukan dalam hitungan bulan. Bayangkan jika bertahun-tahun? Jadi, launching ini menandai dimulainya jempitan secara beramai-ramai di 17 desa, setelah sebelumnya sukses dilakukan di satu desa.
Betapa mengharukan dan membanggakan menyaksikan kaum perempuan desa secara mandiri membangun kebersamaan dan kesepahaman untuk terlibat dalam permasalahan kemiskinan. Dalam kenyataannya, organisasi perempuan di kecamatan setempat jauh lebih hidup dari organisasi para ‘bapak-bapak’. Organisasi perempuan juga lebih mengakar, disiplin, dan lebih peka merespon permasalahan yang ada di masyarakat.
Langsung Bergerak, Tanpa Menunggu Lagi
Yang menarik adalah sebuah orasi yang disampaikan oleh gerakan ini pada saat meresmikan gerakan jempitan di 17 desa. Orasi itu mengatakan bahwa di tengah tarik-ulur UU Jaminan Sosial, yang sampai saat itu masih belum juga disahkan, gerakan jempitan adalah penegasan bahwa, tanpa dibantu pemerintah sekalipun, rakyat bisa menyelesaikan persoalannya sendiri. “Satu Sendok Beras Sebelum Memasak” adalah gerakan nyata untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan di lingkungan. Kemiskinan ada nyata, tindakan harus seegera dan nyata, bukan menunggu ‘angin surga’ dari Pemerintah, demikian semangat yang tercermin dari gerakan ini.
Hikmah besar dapat dipetik dari kesungguhan kaum perempuan Sumenep ini. Di tengah deraan ekonomi, mereka begitu tangguh menyiasati hidupnya sendiri dan masyarakatnya. Berangkat dari yang kecil untuk mewujudkan mimpi besar. Bukan hanya berpangku-tangan, enak hidup sendiri, atau hanya mengobral janji yang tidak pasti. Saatnya bekerja untuk sekarang. :: [diedit dari artikel + foto asli di Kompasiana/A. Dardiri Zubaidri/Sumenep, 26 juli 2011]