Dewi Kucu Hidupkan Papercutting di Industri Kreatif Lokal
UKMJOGJA.COM – Bermula dari keisengan bikin karya papercutting art sebagai hadiah ulang tahun keponakannnya, Dewi Kucu kini mencurahkan bakat seni ini sebagai ladang usaha sejak tahun 2010. Dengan latar belakang arsitektur, Dewi tak mengalami kesulitan untuk mempelajari kepelikan teknik papercutting (seni kerajinan menyayat kertas). Apalagi Dewi juga kental dengan dunia kreatif saat dia bekerja di bidang fotografi serta digital marketer sekitar empat tahun lamanya.
Berbekal pengalaman serta ketrampilan yang ia miliki, pada suatu titik Dewi mengambil keputusan untuk bekerja penuh sebagai seniman kertas. Usaha yang ia namakan “Cutteristic” mulanya cuma memerlukan modal berbentuk lembaran kertas, frame atau figura, paket, layanan pengiriman, serta printer.
Untuk pemasaran dan promosi, Dewi memakai beragam media on-line seperti website, Facebook, Twitter, dan Instagram. Setiap bulan, rata-rata Dewi mampu menyelesaikan 20 karya. Kadang-kadang ia juga menerima pesanan untuk souvenir yang jumlahnya ratusan. Hasil karyanya dia banderol sekitar Rp 887.000 – Rp 15 juta per unit. Harga jual bergantung dari ukuran serta kerumitan pembuatan. Yang paling laku yaitu papercutting art yang berukuran 38 cm x 38 cm seharga Rp 1,7 juta per unit.
Apabila dihitung, Dewi dapat memperoleh omzet seputar Rp 30 juta – Rp 40 juta per bulan. “Tetapi terkadang bisa lebih dari itu,” tuturnya. Rata-rata desain yang ia buat adalah keinginan dari pelanggan, salah satunya seperti sketsa muka untuk kado ulangtahun, perpisahan, pernikahan, souvenir, dan sebagainya. Tetapi terkadang dia juga membuahkan karya dari idenya sendiri.
“Bukan cat atau kuas yang menentukan hasil lukisan, tapi siapa yang melukis. Juga bukan cutter jenis apa yang menentukan hasil potongan, tapi tangan siapa yang menggunakan cutter tersebut. Tangan kitalah yang harus dilatih untuk dapat menghasilkan potongan yang baik,” Dewi Kucu.
Dewi mengakui kerap memperoleh ide sesudah menyaksikan bermacam seni lain seperti lukisan, ukiran, atau motif-motif tradisional pada kain batik. Untuk sistem pemesanan, umumnya ia bakal memberi tiga contoh desain pada client yang nanti bakal ia kembangkan sebeelum akhirnya ia kerjakan. Pengembangan desain ini umumnya berjalan sepanjang tiga jam. Untuk sistem pemotongan memerlukan perbedaan waktu, bergantung dari ukuran kertas. “Paling cepat kurang lebih dua jam serta paling lama 41 jam,” kata dia.
Dari seluruh karya yang pernah ia ciptakannya, ada satu karya yang menurutnya paling spektakuler. Desainnya di inspirasi oleh salah satu lukisan mahakarya seniman legendaris Leonardo Da Vinci berjudul “The Last Supper”. Tidak ingin hasil akhirnya jelek, Dewi Kucu melakukan penelitian selama tiga bulan untuk mempelajari dengan detil lukisan itu. “Seluruhnya sangatlah rumit, saya jual dengan harga Rp 15 juta,” tutur Dewi.
Pernah juga Dewi memperoleh seorangan pemesan spesial yang ingin menghadiahkan karya papercutting kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karya yang dipesan berupa setengah tubuh Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Belum puas dengan hanya sayat-menyayat kertas, selanjutnya Dewi Kucu berinovasi dengan mengembangkan papercut sewing. Berarti, kertas yang telah dipotong ia sulam kembali dengan benang emas.
Dewi tidak berilmu untuk dirinya sendiri. Ia rajin mengadakan workshop untuk berbagai pengetahuan tentang seni menyayat kertas di berbagai kota besar di Indonesia. Target pribadiya adalah berbagi ketrampilan dengan 1.000 murid, sebagai wujud kontribusinya melestarikan budaya Indonesia melalui seni sayat kertas ini. :: UKMJOGJA.COM + FACEBOOK CUTTERISTIC