Dari Jambi, Susilawati Pertama Ciptakan Songket Praktis
[JAMBI-INDEPENDENT] – Meski baru sejak tahun beberapa tahun bergelut sebagai perajin Songket, Susilawati telah menjadi orang pertama yang membuat perpaduan motif Songket pada satu kain tenun tangan yang ringan dan dapat dicuci kapan saja, sehingga praktis.
Puluhan kain Songket tampak berjejer rapi di stand “Susi Songket” di lantai dasar WTC Batanghari Jambi pada November 2010. Songket-songket dengan warna cerah itu banyak diperhatikan pengunjung yang melintas, bahkan ada yang langsung menawar harganya karena tertarik. Dengan sigap, Susi langsung menjelaskan tentang motif, harga dan kelebihan Songket miliknya.
“Songket ini lebih ringan dan bisa dicuci,” jelas Susilawati, kepada pengunjung.
Penjelasan Susi tersebut ternyata membuat pengunjung merasa heran. Pasalnya, selama ini kebanyakan orang tahu kain Songket itu berat dan tidak bisa dicuci.
Memang meski baru tahun 2007 mulai membuat songket, Susi terus melakukan inovasi. Inovasi tersebut dilakukan berawal keluhan dari konsumen dan saran dari para desainer. Konsumen mengeluhkan tentang kain songket yang tidak bisa dicuci. Sementara, desainer mengatakan jika kain songket, sebaiknya harus ringan.
Maka Susi akhirnya menciptakan inovasi berupa kain songket yang ringan dan bisa dicuci. Serta warnanya pun tidak berpatokan dengan warna emas saja. Lebih variatif. “Tenunannya hanya saya buat dua lapis, dengan bahan yang bagus sehingga ringan dan bisa dicuci,” jelas Susi, kepada Jambi Independent.
Pegang Alat Tenun Tradisional
Dalam membuat kain songket pun, Susi lebih suka menggunakan cara lama, yaitu dengan alat tenun tradisional. Makanya, menghasilkan satu kain songket bisa memakan waktu hingga dua bulan. Kesabaran dan ketelitian sangat diperlukan. Jika tidak, maka motif yang dibuat akan rusak.
Meski begitu, bagi Susi, justru dengan menggunakan alat tenun tradisional, dirinya bisa lebih berkreasi dalam membuat motif kain songket. Karena bisa dibuat dengan gaya apa saja.
Selain menciptakan kain Songket yang ringan dan bisa dicuci, Susi merupakan orang pertama di Jambi yang mencoba motif baru untuk kain songketnya. “Motif yang saya buat yaitu motif Bunga Sulur, Tampuk Manggis dan Tagapo,” jelasnya, semangat.
Motif bunga sulur merupakan motif yang diambil dari buku sulam, sedangkan motif Tampuk Manggis dan Tagapo diambil dari buku sejarah batik. Sehingga, belum pernah ada yang mencoba menerapkannya pada kain songket, apa lagi menggunakan mesin tenun tradisional.
Ketiga motif tersebut digabung dalam satu kain. Sehingga, tingkat kesulitannya semakin tinggi. “Tapi itulah yang saya suka,” jelas perempuan berkacamata itu.
Isteri dari Helmi ini juga mengatakan, tingkat kesulitan disebabkan karena banyak detail dalam penerapan motif. Sehingga, jika motif biasa, dalam menenun hanya membutuhkan 6 sampai delapan lidi, namun jika motif yang dibuatnya, membutuhkan 82 lidi. “Sangat membutuhkan ketelitian yang tinggi,” jelas perempuan kelahiran Palembang 18 Januari 1980 itu.
Karena karyanya yang bagus, maka pembeli kain Songket Susi tak hanya datang dari Jambi, orang dari luar daerah seperti dari Padang, Palembang dan Jakarta juga banyak yang memesan karyanya itu. Malah, ada pembeli dari Jakarta yang memesan dan tidak menawar lagi karena suka dengan kain tenunannya.
Selama menjadi perajin songket, bahan bakulah yang sampai saat ini masih menjadi kendala bagi Susi. Karena, untuk bahan berupa benang, Susi masih mendatangkannya dari Palembang dan Padang. “Terutama benang sutera, di Jambi belum ada,” tandasnya.
Belajar Dari Kearifan Masa Lalu
Suliawati sehari-hari bekerja di toko kecil miliknya sendiri yang dinamakan “Susi Songket”, terletak di Jl. Agus Salim RT 08 Kelurahan Handil Jaya, Jelutung Jambi. Tidak banyak koleksi yang terlihat di galeri ini. “Maklum, pembuatan satu songket saja bisa memakan waktu minimal 2 bulan,” ujarnya tersenyum.
Diawali dari hobi menenun, Susi bertekad mengangkat songket menjadi bisnis yang menjanjikan. “Kebetulan, keluarga saya banyak yang menjadi perajin songket di Palembang,” kata perempuan asal Palembang ini.
Ia juga mengaku ingin mengubah anggapan kebanyakan masyarakat tentang Songket yang identik dengan Palembang. Untuk itu, ia membuat motif Songket yang berbeda dengan Songket Pelembang umumnya.
“Saya banyak belajar dari motif di Songket kuno yang saya lihat di museum negeri Jambi,” katanya. Namun, ada juga motif Songket yang ia kreasikan sendiri yakni, motif Angso Duo.
Selain itu, Susi juga mengambil contoh motif Songket dari buku sejarah batik Jambi. “Inilah yang membuat songket yang saya buat berbeda dengan songket lainnya,” katanya. Tidak hanya itu saja, tekstur yang ada juga lebih halus dibandingkan dengan tekstur Songket pada umumnya.
Selama 5 tahun, Susi menekuni bidang kerajinan songket ini. Selama itu, ia mengatakan, pelanggannya tidak hanya berasal dari Jambi saja, melainkan hingga Jakarta. “Ini salah satu jalan saya untuk ikut melestarikan kekayaan yang dimiliki Jambi,” ujarnya.
Harga Songket Jambi buatannya memang diakuinya mahal. Namun, hal itu sesuai dengan proses pembuatan yang dilakukan. Karena untuk membuat satu set songket saja bisa menghabiskan waktu hingga 2 bulan. :: jambi-independent.co.id