Bidan Sri Mulyana Rintis Posyandu Khusus Lanjut Usia
(gebyarposyandu27.com) ~ Sebagai seorang bidan, Sri Mulyana terbiasa merawat orang sakit. Namun, bagi ibu tiga anak ini, selain merawat orang sakit ia juga memiliki perhatian yang lebih dibanding bidan atau orang lain terhadap para warga lanjut usia (lansia). Begitu besar perhatiannya sampai ia membangun Posyandu Samara yang berlokasi di Kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Seperti lazimnya sebuah Posyandu, Samara buka sekali sebulan, pada hari Kamis pekan ketiga. Kalau Posyandu lain diramaikan ibu-ibu dengan anak-anak balita, Posyandu Samara didatangi ibu-ibu dan bapak-bapak lanjut usia. Kalau Posyandu lain riuh rendah dengan tangis anak balita, Posyandu Samara menjadi ajang ‘ngerumpi’, curhat dan silaturahmi para pasien lansia.
Layanan Posyandu Samara meliputi pemeriksaan kesehatan, pemberian obat/vitamin, pengajian, konseling dengan psikolog, dan pemberian makanan/minuman bergizi. Pada catatan akhir tahun 2006, terdaftar sekitar 80 pasien rutin. Menurut Bidan Ina (nama panggilan Sri Mulyana), setiap kali buka dibutuhkan anggaran Rp 500.000,- untuk menyediakan obat dan vitamin, makanan dan minuman bergizi, serta kebutuhan lainnya. Pernah diadakan senam pagi setiap hari Minggu, tetapi kemudian kegiatan dihentikan karena tidak ada dana untuk membayar honor instruktur.
Kelangkaan dana tidak mengecilkan hati Bidan Ina. Dengan sukarela ia menggunakan uang pribadi untuk keperluan Posyandu Samara. Dari sana-sini ada juga sumbangan masuk dari masyarakat. Ia sangat semangat menjalankan Posyandu Samara karena menurutnya warga lanjut usia memanfaatkannya bukan sekadar untuk periksa kesehatan rutin melainkan juga sebagai tempat untuk bertemu dengan kalangan yang sebaya. Ini membawa suasana gembira tersendiri bagi mereka dan Bidan Ina pun menggunakan kesempatan itu untuk memantau gangguan kesehatan yang paling kerap dialami para warga lanjut usia di wilayahnya.
Bidan Ina mengakui pengetahuannya terbatas dalam pemeriksaan penyakit, namun ia percaya bahwa sentuhan tangan dan perhatian seorang bidan mampu melegakan pasien lansia yang sedang tidak sehat. Jika ia mendeteksi suatu gangguan yang di luar kemampuannya, segera ia memberi rujukan untuk berobat.
“Saya hanya tahu dasar pemeriksaan saja, misalnya mengukur tensi darah,” kata lulusan Akademi Kebidanan ini. Meski pemeriksaan yang dilakukan Bidan Ina amat terbatas, namun ia senantiasa membuat catatan medis dari para pasiennya. Catatan ini ia gunakan untuk mempelajari perkembangan kondisi seorang pasien dari waktu ke waktu. Catatannya juga mencakup latar belakang kehidupan sang pasien untuk memahami faktor-faktor masa lalu apa saja yang kira-kira mempengaruhi kondisi tensinya.
Ina mengatakan, bahwa dalam memahami sejarah kesehatan seorang pasien lansia seringkali dibutuhkan pendekatan hati ke hati. “Ini cukup efektif untuk mengetahui penyebab pergerakan tensi,” ujarnya. “Dalam pembicaraan, seringkali terlepas apa yang sedang terjadi pada mereka,” ujar Ina. Dengan demikian, dia akan memberikan sekadar saran agar pergerakan tensi sang pasien dapat terjaga relatif stabil. Apabila dampingan ini belum cukup, ia meminta bantuan seorang relawan psikolog untuk memberi konseling.
Menghidupkan Apotik Hijau
Dalam mencari sumber pendanaan yang kontinyu, Bidan Ina pernah mengajukan permohonan kepada jawatan Puskesmas setempat. Hasilnya nihil. Beberapa program kegiatan yang ia gagaskan terpaksa ditangguhkan.
Untung ada sejumlah relawan yang mendukung, sehingga program membentuk kelompok berkebun untuk mengelola apotik hijau bisa dijalankan.
Sebidang tanah tak jauh dari Posyandu diijinkan oleh pemiliknya untuk dijadikan kebun tanaman obat. Hal ini memompa semangat Ina untuk terus melakukan aksi memberikan layanan bagi manula. “Allah SWT pasti membuka pintu rezeki dari mana saja bagi hamba-hambaNya yang melaksanakan amal sholeh,” ujarnya. Apotik hijau gagasan Ina seakan hadir sebagai mata air di padang tandus. Menyejukkan.
Namun ada pihak yang menganggap Posyandu rintisan Ina itu mengada-ada. Bukankah para lansia masih punya anggota keluarga yang bisa mengurus mereka?
Menanggapinya, Ina hanya mengemukakan fakta bahwa Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) memproyeksikan Indonesia akan mengalami ledakan penduduk lansia dari tahun 2010 hingga tahun 2020. “Kalau mereka sadar ini, mereka akan maklum,” lanjutnya.
Saat populasi lansia Indonesia mencapai di atas 7 persen dari total jumlah penduduk, maka akan dibutuhkan banyak orang seperti dirinya yang rela melayani kaum lansia. Ina berkeyakinan kuat bahwa, dengan berjalannya waktu, semakin banyak orang yang akan membantunya.
sumber: http://gebyarposyandu27.com | oktober 2006