An-Nisaa Centre, Aceh
An-Nisaa Centre (ANC) adalah ‘Lembaga dari dan untuk perempuan’ yang telah berdiri sejak tahun 2001. ANC fokus pada kegiatan penanganan perempuan dalam karya-karya sosial, pengembangan ekonomi dan pendidikan sehingga kaum perempuan dapat mengembangkan kondisi perekonomian mereka.
Latar Belakang
Pada tahun 2001, tiga orang perempuan membuat konsep pendirian “lembaga dari dan untuk perempuan” bernama An-Nisaa’ Centre (An-Nisaa berarti perempuan dalam bahasa Arab). Pada bulan Juni 2006, An-Nisaa’s Centre akhirnya mendapat status resmi sebagai sebuah Lembaga Nirlaba. Konflik yang sudah berlangsung selama tiga dekade, minimnya akses pendidikan serta masalah kemiskinan telah menyebabkan berkurangnya kemandirian ekonomi khususnya yang dialami oleh kaum perempuan Aceh. Situasi inilah yang menjadi latar belakang atau konteks yang diangkat oleh para pendiri An-Nisaa’ Centre. Sebagaimana sudah disebutkan di atas, tidak ada korelasi langsung antara pendirian An-Nisaa’ Centre dengan kejadian bencana Tsunami pada tahun 2004. Secara konseptual An-Nisaa’ Centre sudah dibentuk 3 tahun sebelum terjadinya Tsunami dan pada awal pendiriannya, fokus perhatian lembaga ini bukan pada korban Tsunami karena lembaga ini memahami bahwa sudah ada begitu banyak lembaga yang terlibat dalam penanganan masalah ini. Namun demikian staf lembaga ini mengakui bahwa bencana Tsunami membantu lembaga ini memperoleh status hukumnya. Rekan-rekan mereka yang terlibat dalam BRR (Badan Rekonstruksi Aceh-Nias) terus mendorong lembaga ini untuk mendapatkan status resmi sesudah terjadinya bencana Tsunami. Sesudah diresmikan sebagai sebuah Lembaga Nirlaba, An-Nisaa Centre kemudian dipercaya oleh BRR untuk mendistribusikan sumber-sumber bantuan kepada para korban Tsunami.
Pada tahapan ini, para pendiri lembaga menyadari bahwa bencana Tsunami bisa pula berperan sebagai “berkah positif” secara finansial bagi lembaga dan juga bagi lembaga serupa lainnya di Aceh. Namun demikian, An-Nisaa’ Centre meyakini bahwa tidak hanya mereka yang terkena dampak langsung bencana Tsunami yang harus dibantu. Mereka melakukan kajian di sekitar Kabupaten Aceh Besar (dekat Banda Aceh). Mereka menemukan bahwa 1,5 tahun sesudah terjadinya bencana Tsunami, para korban Tsunami yang terkena dampak langsung telah menerima begitu banyak bantuan (dan kadang malah berlebihan), jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat sekitarnya yang tidak secara langsung terkena dampak bencana. Berdasarkan penelitian ekonomi yang mereka lakukan, mereka menemukan bahwa satu desa yang secara langsung terkena dampak Tsunami mempunyai lebih dari 2 koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa bantuan bencana Tsunami justru “memecah belah” anggota masyarakat. Berdasarkan assessment ini, An-Nisaa’ Centre melihat adanya potensi untuk melakukan dialog dengan masyarakat di Aceh Besar dan meyakinkan BRR untuk mengalokasikan dananya bagi para korban yang bukan akibat bencana Tsunami.
Dialog yang dilakukan lembaga ini bisa dikatakan berhasil karena BRR memberi keleluasaan bagi An-Nisaa Centre untuk melaksanakan sebuah proyek bagi kelompok masyarakat yang tidak terkena dampak Tsunami secara langsung. BRR kemudian bersedia memberikan bantuan dana kepada An-Nisaa Centre sebanyak 1,2 Milyar rupiah untuk proyek pinjaman dana bergulir bagi kaum perempuan selama 4 bulan yang dimulai pada 20 Agustus 2005. Proyek ini berlanjut sesudah 4 bulan selesai untuk memastikan bahwa para penerima bantuan mampu memperkuat kemampuan mereka dalam mengelola pinjaman sesudah proyek berakhir. Di antara 21 desa yang menjadi tempat lembaga ini berkarya, hanya ada 1 desa yang secara langsung terkena dampak bencana Tsunami. Namun ke-20 desa lain sebenarnya lebih menderita akibat konflik kekerasan yang berlangsung selama tiga dekade. Sebuah survey yang dilakukan OXFAM pada akhir tahun 2006 menunjukkan bahwa masyarakat di Aceh Besar masih merasakan trauma akibat konflik kekerasan antara GAM dan pemerintah Indonesia.
Fokus Lembaga Sesuai dengan bidang perhatiannya, An-Nisaa’ Centre telah memutuskan untuk menangani kaum perempuan yang mempunyai kemampuan dalam karya-karya sosial, pengembangan ekonomi dan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, An-Nisaa’ centre berkomitmen untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan kaum perempuan dalam merencanakan dan mengembangkan usaha bisnis berskala kecil. Berdasarkan kemampuan dan kebutuhan daerah, pokok perhatian lembaga An-Nisaa’ Centre adalah pada pengembangan perekonomian kaum perempuan.
Struktur Organisasi
Pimpinan: Yusmawati Kahzan
Kegiatan
An-Nisaa’ Centre membagi kegiatan harian mereka dalam bentuk pelatihan, mentoring dan penelitian sosial. Ketiga kegiatan ini saling melengkapi dan dilaksanakan secara terus menerus untuk memungkinkan An-Nisaa Centre bisa mengembangkan kualitas bantuan mereka dan keterampilan mereka di dalam rangka memberdayakan kaum perempuan. Selain kegiatan tersebut, An-Nisaa’ juga melakukan beberapa penelitan. An-Nisaa’ Centre meyakini bahwa penelitian menjadi sarana penting untuk merumuskan rekomendasi dan strategi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi program. Ada beberapa minat topik penelitian yang berkaitan dengan permasalahan perempuan. Perempuan pasca Tsunami menjadi satu topik yang diusulkan oleh BRR. Sedangkan dari diskusi internal mereka, An Nisaa’ Centre berpendapat bahwa ulama Islam perempuan merupakan topik penting sekaligus menarik. Topik ini menarik karena Aceh saat ini menerapkan syariat Islam yang mengundang banyak perdebatan seputar dampak diterapkannya syariat Islam pada masayarakat, khususnya kaum perempuan. Mereka juga mengatakan bahwa topik ini juga menarik perhatian BRR. Topik lain yang ingin dikaji lebih jauh oleh lembaga ini adalah kepemimpinan perempuan di LSM lokal pasca Tsunami, dengan mencoba mempertanyakan apakah fenomena ini merupakan suatu bentuk pemberdayaan atau hanya sekedar trend semata.
Perspektif mereka tidaklah unik di antara LSM lokal yang berkaitan dengan melimpahnya bantuan Tsunami. Meningkatnya budaya konsumerisme dan materialisme merupakan contoh perilaku yang mempengaruhi kehidupan sosial di Aceh. Sebaliknya, berkaitan dengan penandatanganan perjanjian antara GAM dan pemerintah Indonesia, An-Nisaa’ Centre melihat bahwa saat ini kaum perempuan Aceh sudah merasa lebih aman. Kaum perempuan saat ini sudah berani untuk membicarakan kekerasan yang mereka alami selama berlangsungnya konflik. Seiring dengan meningkatnya keberanian ini, peran perempuan dalam kegiatan politik tertentu juga semakin meningkat.
Alamat
AN NISAA CENTRE
Jl. Peurada Utama
Kompleks Ruko Baru No.5
Lamnyong, Banda Aceh
N. Aceh Darussalam
Tel. +62 812 693 4359
Email: