A. A. Inten Trisna Manuambari Perkaya Pewarna Alam Batik Bali
BATIK senantiasa punya daya tarik tersendiri. Mengenakan batik adalah pilihan yang tak pernah salah, menjadikan industri batik seakan tak ada matinya. Bahkan akhir-akhir ini atmosfer menggembirakan terkait penggunaan batik menyeruak dunia mode. Batik menjadi dress code dalam berbagai kegiatan formal maupun informal. Seiring berjalannya waktu, batik pun berkembang mengikuti zaman. Batik bisa dipadupadankan
dengan busana apa saja dan dipakai semua kalangan.
”Ini berita baik,” ujar A. A. Inten Trisna Manuambari didampingi sang suami A. A. Ngurah Darmaja, saat ditemui di Diamanta Puri Kebaya dan Batik milik mereka di kawasan Jalan Merdeka, Renon.
Geliat batik yang kembali meramaikan industri fashion, oleh pasutri ini disambut suka cita. Apalagi mereka tengah giat-giatnya bereksperimen menghadirkan batik khas Bali dengan pengolahan warna alam. Di tangan mereka, keindahan produk asli dalam negeri ini kian menonjol.
Inten mengaku sangat klop bekerja dengan sang suami dalam menghasilkan warna dari bahan alami lainnya. Dengan berbagai upaya, pasangan ini mengomunikasikan keindahan alam yang bisa memberikan kesegaran dalam berpenampilan. Harapannya, dengan kekuatan sentuhan warna alam yang khas ala mereka, batik menjadi lebih hidup dan segar.
Perempuan yang gemar mengamati perkembangan mode ini menyikapi tren batik dengan menggelar koleksinya di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) 2008. “Kali ini, ciri khas atau tren yang ditonjolkan adalah pada pilihan warna biru.
Kami menggunakan pewarna alam dari taum, nila, tom (indigofera tinctoria),” kata Inten sambil menunjukkan pewarna alam lainnya seperti kulit akar mengkudu (morina tinctoria), kunyit (curcuma longa) dan lainnya.
“Warna alam khas dan bertahan dalam kurun waktu lama bahkan hingga ratusan tahun. Karena itu, meski motif koleksi desain kami kontemporer, warnanya tetap alami,” kata karyawati Jasa Raharja Putra ini.
Koleksi anyar yang disuguhkannya di PKB kali ini adalah produk unggulan berupa batik lemah–peteng (pagi–sore) dan batik rembulan. Batik lemah-peteng, istimewanya pada kedua sisi, tengah dan luar kain dapat digunakan sesuai selera sedangkan batik rembulan, antara atas dan bawah di sisi depan kain terdapat dua motif.
Ada juga songket warna alam yang bisa dicuci, kebaya organdi dibatik dan selendang aneka warna yang cantik. “Koleksi lainnya ada saput dengan bordir motif bola yang unik serta aplikasi tepi antik.
Tahun ini kami lebih menyiapkan busana laki-laki mulai dari kamen, satu set dengan saput, kemeja dan udeng-nya, sehingga memudahkan para ibu memilihkan untuk pasangannya atau putranya,” papar Inten yang ingin menjadikan laki-laki lebih berani dalam pilihan busana.
“Oya, motif batik semua inspirasinya dari budaya lokal yang dikembangkan. Yang tak pernah ketinggalan tersedia adalah batik motif Rembang nan klasik, yang selalu digemari masyarakat Bali ini,” lanjut ibu A. A. Ngurah Ryan Diamana Putra dan A. A. Ayu Tanita Amanda Putri ini.
Di PKB kali ini ia juga menampilkan kreasi jumputan dengan warna alam yang jadi trademark-nya dan kebaya warna alam serta aplikasi bordir sistem gacluk. “Bordir kebaya kami memang berbeda karena ditampilkan hampir sama seperti keindahan artistik sulaman,” ucap putri pasangan A. A. Arya dan A. A. Mirah Adi ini yakin.
Menurut Inten, semua karyanya disiapkan dengan cermat sebab ia menjaga kualitas dan ekslusivitas produknya dengan tidak membuka cabang usaha. “Dengan demikian kami yakin pelanggan jadi loyal, bahkan mereka turut membantu pemasaran produk kami,” ujarnya.
Ia mengaku merasa menuai suskes ketika batik Bali-nya lebih banyak lagi diapresiasi masyarakat tanpa batasan umur. “Sebab kecenderungannya selama ini batik dilirik oleh mereka yang sudah matang.
Saya bersyukur, karena dengan tampilan karya berkonsep modern-klasik ditambah tren yang tengah berkembang, batik mulai menyetuh semua kalangan. Silakan lihat di show room kami atau di PKB ya,” ujarnya seraya tersenyum.
Motif yang sering dipilihnya seperti keindahan flora dan fauna, motif binatang seperti naga, kucing, ayam dan kura-kura dengan pilihan bahan sutra, katun serta tenun ikat. Melalui pemilihan motif yang selektif, Inten mampu menghadirkan sebuah karakter desain yang elegan.
“Karya batik kami sudah disesuaikan dengan beragam acara yang biasa dilakukan di Bali khususnya dan menunjang penampilan laki-laki dan perempuan sesuai fungsinya, seperti akan dipakai ke mana dan acara apa batik tersebut,” cetusnya.
Koleksinya tersedia dalam jumlah yang tidak banyak. Karena buatan tangan, ketika beberapa waktu lalu ia ikut pameran di Bangkok, karyanya sangat digemari. Bahkan pesanan dari Jepang dan Hongkong pun berdatangan. “Saya hanya bisa menerima pesanan dalam jumlah tidak banyak, karena produk kami dikerjakan dengan tangan bukan mesin,” tandasnya.
Pasangan yang tak pernah berhenti berkreasi ini tak ingin eksotisme batik hasil sentuhan tangan dan nilai luhurnya pudar oleh teknologi. Mereka bukan hanya berketetapan hati tetap konsisten melestarikan warisan leluhur ini tapi sekaligus berkomitmen memperhatikan kelestarian lingkungan. – ( ard >> cybertokoh.com, 16 Juni 2008)