Irene Kharisma Sukandar, Pemain Catur Wanita Terbaik di Malaysia Open 2008

Irene Kharisma Sukandar

Pecatur putri Indonesia MIW (Master Internasional Wanita) Irene Kharisma Sukandar (rating 2262) mencatat prestasi menggembirakan dengan keluar sebagai The Best Woman Player pada ajang olahraga catur internasional Malaysia Open 2008 yang berlangsung di Kuala Lumpur pada bulan Agustus 2008. Irene (16 tahun) meraih norma Grandmaster Wanita (GMW) yang keduanya setelah ia berhasil menambah dua angka penuh pada babak kesembilan dan kesepuluh turnamen catur bergengsi Malaysia Open 2008 yang berlangsung di Kuala Lumpur Agustus 2008. Irene berturut-turut menang atas pecatur China Shen Siyuan (2316) dan kemudian menundukkan rekan senegara MF Awam Wahono (2387), sehingga ia membukukan 6,5 angka dari sepuluh babak atau 65% angka kemenangan, suatu angka yang memenuhi persyaratan meraih norma GMW keduanya, demikian menurut siaran pers PB Percasi.

Dalam sepuluh babak pertama, Irene berhasil mencetak enam kemenangan, sekali remis dan tiga kali kalah. Dua kemenangan Irene sebelumnya antara lain dicetak atas pecatur kuat Filipina MI Richard Bitoon (2439) dan pecatur kuat Cina Wang Li (2392).

“Sempurna. Sempurna sudah,” komentar Ketua Harian PB Percasi Eka Putra Wirya yang menyaksikan permainan Irene dari pinggir lapangan. “Teknik permainan Irene terus meningkat, sehingga untuk menjadi Grandmaster Wanita pertama di Indonesia merupakan masalah waktu saja,” kata Eka, yang menyeponsori keberangkatan Irene ke Malaysia Open 2008.

Hasil di Malaysia ini bukan cuma menggenapkan norma GMW-nya (Grand Master Wanita) menjadi 11 babak, tetapi 7,5 angka yang diraih Irene adalah setengah angka di atas persyaratan. karena rating rata-rata lawannya 2327, maka ia hanya membutuhkan angka tujuh saja untuk mencapai norma GMW. Angka tujuh setengah itulah yang melejitkan Irene sebagai Best Woman Player pada Malaysia Open 2008.

Dengan prestasinya tersebut, maka Irene kini membawahi tiga pecatur bergelar GMW yang ikut ambil bagian, yaitu: GMW Li Ruofan (2425, Singapura), GMW Gu Xiaobing (2286, Cina) dan GMW Eesha Karavade (2297, India). Dua nama pertama merebut 6,5 angka, sedang nama terakhir 6 angka. Gelar The Best Woman Player disertai oleh hadiah uang tunai sebesar US$500.

Irene meraih norma Grand Master Wanita pertamanya pada GMW JAPFA Chess Festival yang diselenggarakan di Jakarta bulan April 2008. Pada pertandingan babak terakhir di turnamen tersebut, ia berhasil menahan pecatur Slovakia GMW Jana Krivec pada kedudukan remis dan waktu itu Irene berhasil mengumpulkan angka enam yang disyaratkan untuk memperoleh gelar GMW.


Main Catur Sejak Usia 7 Tahun

Bagi kebanyakan orang, catur mungkin cuma kegiatan mengisi waktu luang. Atau sekadar untuk bersantai. Tapi bagi Irene catur merupakan olahraga yang dirasa match dengan karakter dirinya. Bakatnya dalam dunia catur memang luar biasa. Ia mengenal catur sejak usia tujuh tahun, tepatnya tahun 1999. Dua tahun kemudian, pada tahun 2001, di usia sembilan tahun ia telah meraih gelar Master Percasi (MP).

Setelah itu, prestasinya terus berderet. Tahun 2002, ia memperoleh gelar Master Nasional Wanita (MNW). Bahkan, tahun 2004 ketika berlangsung Olimpiade Catur di Malorca, Spanyol, ia berhasil merebut gelar Master FIDE Wanita (MFW). Bukan saja itu. Ia juga meraih medali perak dalam arena yang melibatkan 864 peserta dari 107 negara. Sebelumnya ia juga meraih Juara 3 Kelompok Umur (KU) 10 Kejuaraan Catur ASEAN (2002) di Singapura. Juara 4 KU 10 tahun Kejuaraan Catur ASEAN di Malaysia 2003. Dua medali perak pada SEA Games Vietnam (2003) Peringkat ke-9. Kejuaraan Dunia Junior di Yunani (2003) Medali perak Olimpiade Catur papan tiga di Spanyol (2003). Peringkat ke-14 Kejuaraan Dunia Junior di bawah 14 tahun di Pulau Kreta, Yunani (2004). Juga medali perak Kejuaraan Catur Asia di bawah 14 tahun di Singapura (2004). Imbang 3-3 dalam dwitarung melawan GMW Corke (2005). Corke adalah juara 1 Kejuaraan Catur Asia di bawah 14 tahun di Singapura.

Tentu, berbagai prestasi itu bukan karena faktor kebetulan. “Untuk itu, saya harus fokus, dan rajin latihan bertanding,” katanya.

Baginya, kemenangannya dalam berbagai kompetisi dirasa sebagai prospek panjang untuk perkembangan kariernya di masa datang. Apalagi, kini ia memang sedang berada pada fase usia produktif untuk berprestasi. “Tetapi, satu atau dua tahun ke depan, mungkin agak beda. Otak pasti juga akan terpakai untuk hal-hal lain. Karena itu, sekarang saya emang fokus untuk satu cabang ini saja,” ujar pengidola Judith Polgar, pecatur Hungaria ini.

Dari Tenis Meja ke Papan Catur

Memang, awalnya ia sempat menekuni olahraga tenis meja. Sebab, kebetulan ayahnya pemain tenis meja. Tapi orang tuanya kemudian membebaskannya memilih. Bahkan mendorongnya mendalami catur yang merupakan olah raga otak, dan ia lebih tertarik. Alasannya, selain mudah dimainkan, olahraga ini juga dapat menambah tingkat intelegensia. “Saya memang lebih suka catur ketimbang olahraga fisik. Lagi pula kakak saya, Kaisar ‘kan juga pemain catur,” katanya.

Bagaimana ceritanya? Alkisah, pada kejurnas catur tahun 1999 di Bekasi, Jawa Barat, tim Sumatera Selatan kekurangan satu pemain. Ia pun akhirnya didaftarkan oleh tim Sumsel. Itulah awal keikutsertaannya dalam event nasional. Karena baru beberapa bulan mengenal catur, hasil yang dicapai di kejurnas itu memang belum menggembirakan. Ia sama sekali tidak memperoleh nilai.

Irene Kharisma Sukandar | ikhatsu.com
Irene Kharisma Sukandar | ikhatsu.com

Tapi, sejak itu ia merasa tertantang. Maka, mulailah ia serius belajar catur sampai akhirnya masuk Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) di Bekasi. Sudah enam tahun Irene berlatih dan belajar catur di SCUA Bekasi, milik pengusaha yang juga penggila catur, Ir Eka Putra Wirya. Di sekolah ini ia ditangani mantan pecatur nasional, MI Ivan Situru. Meski baru enam tahun digembleng di SCUA, ia telah memperlihatkan kemampuannya. Bahkan sulit tertandingi oleh para pecatur perempuan lain di sekolah itu.

Apa sih rumus permainan catur? Ia bilang, dalam permainan catur diperlukan konsentrasi dan harus fokus. Pecatur, seperti atlet cabang olahraga apa pun, harus menunjukkan permainan terbaik dalam setiap pertandingan. Tapi, bukan sekadar ingin menang. “Kalau hanya berpikir ingin menang, jangkauan berpikir kita akan pendek. Kita akan cenderung mengabaikan kualitas permainan,” ujarnya dengan kebijakan yang mengagumkan.

Apa kesannya dalam setiap mengikuti pertandingan? Baginya, apa pun hasil akhirnya, ia harus menerima. Yang penting, kualitas permainan maksimal. Dengan begitu, “Kesan dalam setiap pertandingan bagi saya sama saja. Nggak ada yang terlalu wah, atau down sekali,” ujarnya, ringan.

Bagi Irene pun, catur merupakan permainan sulit. “Catur adalah permainan yang sudah ada sejak berabad-abad lalu. Tapi sampai sekarang belum terpecahkan. Misalnya, bagaimana cara menang yang benar,” katanya.

Namun, bagaimana pun, catur ‘”katanya‘” adalah permainan dinamis. Banyak perkembangan baru yang harus diikuti. “Pokoknya, yang namanya ilmu catur itu nggak ada habisnya. Ada bermiliar-miliar strategi, dan bermiliar-miliar ide. Juga banyak sekali posisinya,” katanya.

Irene lahir di Jakarta, 7 April 1992, putri pasangan Singgih Heyzkel dan Cici Ratna Mulya. Anak kedua dari tiga bersaudara. Kini ia duduk sebagai siswi kelas II SMA Nusantara, Jakarta. Tetapi, karena kesibukannya berlatih atau bertanding catur, terpaksa ia sering bolos sekolah.

Lucunya, ia tidak hapal nama teman-teman sekelasnya. “Soalnya, frekuensi kita ketemu jarang. Bahkan, apa opini mereka tentang saya, saya nggak tahu banget,” katanya.

Di luar kesibukannya bertanding atau berlatih catur, ia pun punya sederet hobi. Antara lain, membaca buku-buku sejarah, bermain biliard, mendengarkan musik instrumental dan acapella, atau lari pagi.

Irene memang putri kebanggaan Indonesia. Apa cita-citanya? Sama seperti apa yang ia raih dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PERCASI) dan Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI), “Saya ingin meraih gelar Grand Master dan juara dunia,” katanya, tandas.

 

 

Leave a Reply