Pahitnya Merapi Jadi Cerita Manis Telur Asin Lumadi

 

Wirausaha telur asin Kelompok Perempuan Lumadi, Yogyakarta.

Meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta sangat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya, baik di bidang ekonomi, sosial maupun budaya. Untuk menyambung hidup, masyarakat nekad mencari pasir di aliran kali-kali di aliran gunung Merap di tengah bahaya lahar dingin. Namun demi perut dan dapur yang mengebul, sumber sedikit apa pun dimanfaatkan sebaiknya.

Demikianlah sikap kaum perempuan di Dukuh Remeng Kidul, Desa Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tergabung di Kelompok Perempuan Lumadi. Potensi lokal yang masih tersisa di tengah kehancuran dikais untuk dapat dijadikan sumber penghasilan bagi sesama. Mereka mencari bahan baku yang masih tersedia dan yang tidak membutuhkan modal banyak untuk dijadikan produk dagangan.

Untunglah sejak bulan Juni 2010, sebelum Merapi meletus dan sebulan setelah kelompok mereka berdiri, kaum perempuan Lumadi telah beramai-ramai belajar membuat telur asin dan memproduksinya untuk jadi sumber nafkah. Sehabis gunung meletus, produksi terhenti selama dua bulan, dari November hingga Desember 2010. Adalah dorongan dari Forum Komunikasi Informasi Simpul Petani Klaten (FKISP) yang menggerakkan perempuan Dukuh Remeng Kidul untuk menyambung kegiatan produksi telur asin pada akhir bulan Desember 2010.

Bermodal pengetahuan produksi telur asin dan kemampuan mengumpulkan modal untuk membeli beberapa kebutuhan pokok, Kelompok Perempuan Lumadi pun memberanikan diri untuk membuka sebuah “mart” versi mereka sendiri yang mereka namakan “Lumadi Mart”.

Lumadi Mart dan Bank Benih

Sebagai kegiatan pertama, produksi telur asin gotong royong mendapat setoran modal awal sebesar Rp 400.000,- dari Kelompok Tani Lumadi, di mana para suami dan saudara lelaki bergabung. Para anggota duduk bersama dua kali seminggu untuk mengelola telur itik menjadi telur asin. Setiap 10 hari, kelompok ini menghasilkan kurang-lebih 300 butir telur asin yang disalurkan ke sekitar 30 warung di lingkungan wilayah mereka. Menurut catatan, setiap warung mampu menjual 20-30 butir per minggu. Namun karena sulitnya memperoleh bahan dasar, produksi belum dapat mengejar permintaan yang sangat menjanjikan. Sekali setiap 35 hari, kaum perempuan Lumadi duduk bersama untuk meninjau kegiatan yang sudah diajalankan dan mencari jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi kelompok.

 

“Lumadi Mart”, menjaja pangan olahan sendiri dan sembako.

 

Tersemangatkan oleh prospek telur asin buatan sendiri itu, pada bulan Februari 2011 kelompok ini pun mulai menjual berbagai persediaan pangan di Lumadi Mart, seperti beras, gula pasir, gula merah, mi instan, telur dan berbagai perluan dapur lainnya. Gerai rakyat ini lebih diutamakan untuk melayani para anggota kelompok, dengan prinsip dari-untuk-oleh anggota. Karena beras diperoleh langsung dari para petani di kawasan setempat, harga jual pun lebih ringan daripada di pasar.

Usaha lain yang dirintis oleh Kelompok Perempuan Tani Lumadi adalah “Bank Benih”. Para anggota dapat meminjam benih tanaman dari kelompoknya menjelang musim tanam. Setelah panen, jenis benih yang dipinjam dikembalikan kepada kelompok. Dalam hal keuangan pun tersedia layanan simpan-pinjam bagi anggota dengan syarat-syarat yang sangat ringan. Pada perencanaan jangka panjang, Kelompok Perempuan Tani Lumadi berancang-ancang untuk membesarkan sebuah “Bank Perempuan Tani” , usaha apotik hijau berskala besar dan produksi pangan olahan dari sumber-sumber bahan baku yang dipelihara oleh masyarakat setempat. :: wanitalumadi/2010-2012

 Kontak Kelompok Perempuan Lumadi >> / FB Kelompok Perempuan Lumadi  / wanitalumadi blog

 

 

Leave a Reply