Lewat Teater, Tya Setiawati Gugat Konstruksi Keperempuanan
[PUSUKBUHIT + ANTARA + MEDIAINDONESIA] – Dari 40 proposal, Tya Setiawati (sutradara Teater Sakata, Padangpanjang) dengan karyanya yang berjudul “Bunga di Comberan” terpilih sebagai peraih hibah Teater Untuk Pemberdayaan 2011 dari Yayasan Kelola. Untuk itu, Dukungan hibah ini melibatkan sebuah pementasan keliling tiga kota bekerjasama dengan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBI).
“Kelola menyarankan saya untuk berkolaborasi dengan teater lain untuk memproduksi pementasan berdasarkan gagasan drama milik Teater Sakata yang memenangi Hibah Teater untuk Pemberdayaan kali ini. Atas dasar hubungan baik yang telah terjalin, akhirnya kami menggandeng Teater Tetas, tuan rumah selama proses persiapan di Jakarta,” ujar Tya Setyawati. Teater Sakata dan Teater Tetas kemudian mengajak sejumlah aktris dan aktor dari beberapa teater di Jakarta untuk terlibat dalam pementasan ini.
Pagelaran perdana “Bunga di Comberan” dilakukan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta, 6 -7 Oktober 2011, dilanjutkan di dua kota lainnya yaitu di Gedung Societet (TBY) Yogyakarta (10 Oktober 2011) dan Sunan Ambu (STSI) Bandung (13 Oktober 2011).
“Yayasan Kelola akan membuktikan bahwa seni, khususnya teater, punya peran penting, apalagi kalau kita berkerja sama dengan lembaga-lembaga sosial yang sudah berpengalaman memperjuangkan hak-hak PRT di Indonesia,” ujar Egbert Wits, Koordinator program Teater Untuk Pemberdayaan.
“Bunga di Comberan” bercerita tentang nasib tiga pekerja rumahtangga di tiga zaman. Dari zaman kolonial pada era 1930-an sampai sekarang nasib sebagian besar pekerja rumahtangga di Indonesia tetap bernasib sama — terabaikan, terkesampingkan dan kemudian kerap menjadi komoditas politik. Begitulah Kasiyem di zaman kolonial, Sulastri pada era 1980-an, dan Mariyani di era sekarang. Mereka menjadi gambaran tentang kegagalan para pekerja rumahtangga mendapat hidup yang layak.