Dewi Nova Luncurkan Buku ‘Perempuan Kopi’
[KOMPASIANA] – Sukses kumpulan puisi Burung-burung Bersayap Air (Jaker, 2010), Dewi Nova melahirkan kumpulan cerpen Perempuan Kopi (Air Publisher, 2012). Soft launching digelar di hotel Equator, Surabaya (13/03/2012), pukul 20.00 – 21.30 wib. Di depan 25 peserta dari GAYa NUSANTARA dan Dipayoni, ia bertutur tentang anak pemikirannya.
Lesbian dalam Cerpen Anak dan Kekasih Pagi
Bahwa Ibu tak selalu memahami anaknya. Maka, ketika Cinta come out lesbian, Sang Ibu merasa bersalah, tak peka. Andai tahu lebih awal, ia hendak memberi terbaik. Lalu penerimaan serupa tebusan,”Cinta, Mama dan Papa sudah memikirkan tentang apa pun nantinya pilihanmu, sejak kamu dalam kandungan. Setiap orang tua selalu punya harapan sekaligus kecemasan pada anaknya. Tapi Mama dan Papa menyadari, setiap anak adalah jiwa merdeka, yang mesti kami hormati. Apa pun pilihanmu, Cinta, kami akan selalu mencintaimu.” (Cerpen Anak, hal. 30)
Cerpen Kekasih Pagi berkisah cinta-kasih sepasang lesbian terhalang pernikahan. Di tengah himpitan peran istri, tuntutan anak dan suami, keduanya mencipta bahagia. Segalanya pupus kala suami tahu dan menghardik “sakit”. Ledakan bantahan memuncak,”Aku tidak sakit. Apa yang aku rasakan pada Niati, sama seperti apa yang kamu rasakan pada Niati. Aku pun tidak merampas apa-apa dari perkawinan kalian. Kamu juga tidak bisa mengancamku akan menceritakan ini kepada pacarku. Ikatan kasih sayang tidak membuatku takut pada apa pun.” (Cerpen Kekasih Pagi, hal. 116)
Dua cerpen tersebut menjadi fokus perbincangan peserta yang mayoritas gay dan lesbian. Dede Oetomo menanggapi,”Cerita queer terus bergerak dari
pinggir ke mainstream. Ibu yang justru merasa bersalah tidak tanggap anaknya lesbian, percintaan di dapur, dan lain-lain dalam Perempuan Kopi. Bisa dibilang, cerita-cerita seperti ini sangat subversif.”
Tentang Buku Perempuan Kopi
Bukan kebetulan bila 13 cerpen dalam buku ini mengangkat pergulatan perempuan disertai unsur manis-getir kopi. Dewi Nova merekam peristiwa perjalanan bekerja dengan organisasi kemanusiaan di desa dan kota pulau Jawa, NTT, Bangkok, Mae Sot—perbatasan Thailand dan Burma—, café di Kharghar, Mumbay. Lalu mendedahkan dalam cerpen tentang yang diharap, sebagai perempuan kepada lelaki yang kekasih, sebagai buruh kepada perusahaan, sebagai petani kepada negara, sebagai umat kepada lembaga agama, sebagai warga terhadap negara. Dengan harapan hidup bersama saling memanusiakan.
“Penting untuk melihat relasi kuasa. Bahwa persoalan di tingkat personal terkait kebijakan agama, negara dan lain-lain. Seperti dalam cerpen Perempuan Kopi, perempuan-perempuan berjuang mempertahankan kebun kopi miliknya dari rampasan negara, setelah suaminya ditembak polisi,” tuturnya santun menutup acara. :: (Antok Serean)
sumber foto >> Dewi Nova@Facebook