BNI: Bisnis Kelolaan Perempuan Jarang Kredit Macet
[KOMPAS.com] – Perempuan, saat memilih fokus berwirausaha, cenderung akan menjalankan apapun jenis bisnisnya dengan penuh perhitungan. Maklum saja, usaha ini dimotivasi untuk menyejahterakan kehidupan dirinya dan terutama keluarga. Mereka juga membutuhkan dukungan komunitas yang saling menguatkan.
Semangat dan jiwa wirausaha inilah yang membuat banyak perempuan sukses dalam berbisnis. Bank Negara Indonesia (BNI) menemukan fenomena yang terjadi empat tahun terakhir, bahwa terjadi lonjakan perempuan yang berwirausaha, lebih dari 40 persen. BNI mencatat, dari sekitar 58.000 usaha kecil, 25 persennya (sekitar 12.000) dijalankan oleh perempuan. Jumlah ini pun mengalami peningkatan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
“Beberapa tahun sebelumnya, jumlah usaha kecil yang dijalankan perempuan kurang dari 15 persen, kini jumlahnya mencapai 25 persen,” jelas Ayu Sari Wulandari, Wakil Pemimpin Divisi Usaha Kecil BNI, saat temu media menjelang puncak acara “Wanita Wirausaha BNI-Femina” beberapa waktu lalu di Jakarta.
Menurut Ayu, terjadi fenomena yang juga tak kalah menarik. Entrepreneur perempuan memiliki NPL (non-performing loan), atau istilah sederhananya “kredit macet” di perbankan, lebih rendah. “Perempuan cenderung datang ke bank kalau merasa sudah mapan dalam bisnisnya, inilah salah satu faktor mengapa NPL pebisnis perempuan lebih rendah,” tambah Ayu.
Pertumbuhan entrepreneur perempuan di Indonesia dirasakan sendiri secara langsung oleh BNI melalui berbagai program binaannya. Di Palembang, sekitar 500 perempuan bergerak di bisnis fashion tiga tahun terakhir. Bisnis di bidang desain dan industri kreatif ini memiliki NPL nol dan produk fashion-nya pun telah menembus pasar Eropa. Kampung Batik Lasem di Pekalongan juga tak kalah pertumbuhannya, begitu juga Kampung Ulos di Samosir. Di Ciampea, 18.000 perempuan juga aktif merintis bisnis.
“Perempuan lebih kuat saat berjejaring dalam komunitas. Secara alami, perempuan punya karakter yang sama, saat berkumpul dalam komunitas mereka akan saling mengontrol. Perempuan juga cenderung punya rasa malu lebih tinggi, mereka tak ingin mempermalukan diri atau keluarga sehingga bisnisnya dijalankan dengan penuh perhitungan, tanpa terlilit utang. Sistem tanggung renteng menjadi kekuatan perempuan dalam membangun dan mengembangkan bisnisnya,” jelas Ayu. :: kompas/01apr2011
sumber artikel >> Kompas
sumber foto >> detikfinance