Femina: Perempuan Sukses Berbisnis Karena Pakai Hati
[ANTARA] – Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan mencatat dari 46 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diketahui, sekitar 60 persen pengelolanya adalah kaum perempuan. Dengan jumlah yang cukup banyak itu, peran perempuan pengusaha menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi, karena mampu menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan.
Dalam menjalankan usahanya, perempuan pengusaha mengelola usahanya dengan hati-hati sehingga berpotensi untuk menjadi lebih besar dalam disiplin pengembalian kredit. Bahkan tingkat pengembalian kredit dari usaha perempuan hampir mencapai 100 persen. Oleh karena itu, perempuan merupakan potensi dan aset dalam pembangunan bangsa.
Presdir Grup Femina, Svida Alisjahbana, mengatakan bahwa sebagian besar perempuan pengusaha memulai bisnis mereka dengan hati, berdasarkan kesenangan atau minat pribadi, sehingga menjadi besar.
“Banyak perempuan pengusaha yang berbisnis bukan untuk memperkaya diri. Dalam perjalan bisnis mereka, baik secara alami dan dengan kesadaran penuh, berbagi, mencurahkan perhatian untuk sosial, maupun kemanusiaan, dan lingkungan,” ujarnya.
Berdasarkan pengamatannya, selama ini umumnya perempuan pengusaha memulai bisnisnya dari kesenangan atau minat pribadi seperti hobi yang kemudian berkembang menjadi bisnis yang profesional. Ia melihat perempuan muda dengan rentang usia 25 sampai 40 tahun memiliki banyak kreativitas untuk memulai usaha sesuai dengan minat mereka.
Hal itu, menurut Svida bisa menjadi motor pemberdayaan perempuan Indonesia. Menurut dia, bisnis atau usaha yang dapat berkembang, biasanya adalah yang dimulai dengan passion, yang dijalani dengan sepenuh hati. Femina mengamati ada banyak perempuan pengusaha yang dalam perjalanan bisnisnya, secara alami, dan dengan kesadaran penuh untuk berbagi, mencurahkan perhatian dan tenaganya dengan luar biasa, untuk melakukan berbagai hal dalam sosial, kemanusiaan dan lingkungan.
Dua perempuan pengusaha sukses yang berbisnis dengan hati adalah Suzy Hutomo (CEO The Body Shop Indonesia) dan Susi Pudjiastuti (pemilik pabrik pengolahan hasil laut dan maskapai Susi Air). Suzy Hutomo bersama suaminya merintis bisnis dari bawah dengan mengambil lisensi produk kosmetik dan perawatan tubuh asal Inggris yang ramah lingkungan. Kini ia membangun kerajaan bisnis sendiri dengan membuka 52 gerai kosmetik, lima department store, enam restoran dan satu semiwaralaba supermarket makanan sehat.
Tak hanya piawai berbisnis, Suzy pun pengusaha yang berkomitmen tinggi terhadap lingkungan. Sebagai Board Member Greenpeace Asia Tenggara dan Advisor Climate Project Indonesia, Suzy dengan fasih menjelaskan soal perubahan iklim global dan implikasinya.
Gaya hidup hijau juga diterapkannya di kantor, sehingga perusahaanya menjadi pemenang Jakarta Green Office 2009. Femina pun mengundang dua pengusaha tersebut untuk berbagi cerita dengan sesama perempuan pengusaha dalam diskusi inspirasi usaha dengan tema ‘Berbisnis Dengan Hati’ yang digelar dalam rangka memperingati hari Ibu 2009.
Sekitar 200 perempuan wirausaha yang bisnisnya terpantau Femina dalam tiga tahun terakhir untuk berkumpul, berbagi informasi, pengalaman dan membangun jejaring, dan mendengarkan inspirasi usaha dari kedua pengusaha sukses itu.
Dalam sebuah laporan perusahaan konsultan terkemuka dunia, Ernst & Young, di Amerika Serikat, jumlah perempuan yang memulai bisnis sendiri tercatat lebih banyak dua kali lipat dibanding pria. Berdasarkan riset dari Center for Women s Business, perempuan di AS telah menciptakan lebih dari 23 juta pekerjaan atau sekitar 16 persen dari semua lapangan kerja di negara tersebut.
Di Indonesia, komunitas perempuan wirausaha jumlahnya meningkat pesat, setidaknya hal itu juga terekam pada data pembaca majalah Femina dari Nielsen. Pada 2009 sudah sekitar 15 persen dari komunitas pembaca majalah tersebut merupakan wirausaha.
Jumlah itu mencakup 80 persen dari jumlah pembaca yang menjadi perempuan bekerja. Namun, perkembangan yang pesat itu bukanlah tanpa hambatan. Selama ini kalangan perempuan pengusaha di Indonesia sering mengalami kesulitan dalam akses permodalan, terkait dengan kebanyakan status mereka sebagai istri.
Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Rina Fahmi Idris, sesaat setelah terpilih pada November 2009 mengatakan ketika perempuan pengusaha terutama yang berskala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengajukan kredit untuk modal kerja atau investasi tetap harus melalui pengetahuan suami.
“Itulah kesulitannya. Oleh karena itu, ke depan kami akan membuat pinjaman kolektif untuk membantu mengatasi masalah akses permodalan tersebut,” ujarnya. Sebagian besar anggota IWAPI yang sekitar 40.000 orang merupakan pengelola UMKM dan hanya dua persen yang merupakan usaha besar.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya perempuan pengusaha di Indonesia, Rina mengatakan IWAPI akan menggandeng Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk membangun jiwa kewirausahaan sejak dini.
“Pola pikir anak sekolah harus diubah. Tidak boleh lagi, mereka berpikir setelah lulus sekolah cari kerja dimana, tapi berpikir mulai usaha apa,” ujarnya.
Oleh karena itu, IWAPI, kata dia, akan mengajarkan kepada anak sekolah dan mahasiswa membuat rencana bisnis dan menginspirasi mereka untuk berproduksi membuat barang yang layak jual.
Saat ini, Indonesia memiliki penduduk lebih dari 230 juta orang dengan persentase jumlah perempuan sebesar 49,9 persen. Hal itu menunjukkan potensi yang besar untuk bisa melibatkan perempuan dalam bidang ekonomi.
(rahmat saepulloh/ ant)