Batu Bata Wiji Lestari Masih Asli Dibuat Tangan Satu Per Satu
[SRAGENNews] – Ribuan bata mentah tertata rapi di hamparan tanah seluas 500m2. Seorang perempuan muda tampak sibuk membalik satu per satu bata setengah kering, hasil cetakan kemarin. Meski terik mentari panas memanggang punggung, tak ada raut gusar di wajahnya. Panas matahari inilah yang membuat pundi-pundi rupiahnya tetap terisi.
Sudah sejak lama, kampung Putatan, Kelurahan Kroyo, Kecamatan Karangmalang, Sragen dikenal sebagai daerah penghasil bata dan genting. Hampir separuh warga kampung Putatan menggantungkan hidupnya dengan memproduksi bahan bangunan ini.
Beberapa tahun lalu, masih banyak dijumpai pengrajin genting tradisional, yang membuat genting secara manual. Seluruh proses pembuatannya menggunakan tenaga manusia. Peralatan yang digunakanpun masih sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu, pengrajin genting dan bata di kampung Putatan kini mulai menggunakan peralatan yang lebih modern. Hanya pencetakan batu bata yang masih harus dikerjakan tangan manusia satu persatu.
Adalah Wiji Lestari, yang selama 12 tahun belakangan menekuni usaha ini di rumahnya. Ia mengikuti jejak sebagian warga Putatan lainnya yang telah lama bergelut dengan olahan tanah lempung ini. Ketika ditemui di rumah yang sekaligus menjadi bengkel kerjanya, ibu dua anak ini mengatakan, kini banyak pengrajin genting yang beralih menjadi pengrajin batu bata. Hanya sedikit warga yang bertahan membuat genting. Alasannya, untuk membuat genting, dibutuhkan tanah liat berkualitas. Bahan dasar genting itu kini sulit dijumpai. Lagipula, untuk menghasilkan genting berkualitas tinggi juga dibutuhkan kejelian dalam mengolah komposisi campuran bahannya. Lain halnya dengan bata. Selain proses pembuatannya lebih mudah, tanah yang digunakan relatif lebih ‘luwes’ hingga mudah didapatkan. Tak ada kendala mendapatkan bahan baku batu bata, aku Wiji. Para petani sawah dengan senang hati menjual lapisan teratas tanah sawahnya untuk mengurangi ketinggian, hingga memudahkan air mengalir ke lahan tersebut. Lempung sebanyak satu bak penuh mobil pick up dijual seharga Rp. 35.000,00. Ini cukup untuk membuat 1000 keping bata. Meski harga ini fluktuatif tergantung situasi dan kondisi, namun, kata Wiji, tanah lempung selalu tersedia.
Tak Asal Tumpuk
Proses pembuatan batu bata relatif sederhana. Lempung yang masih keras dicampur dengan abu sisa pembakaran bata, dengan perbandingan 3:1. Lalu, disiram air secukupnya. Setelah melunak, diaduk dengan cangkul, lalu dimasukkan ke dalam mesin penggiling. Lempung yang telah lembut itu segera dicetak secara manual, dan ditata di atas tanah untuk dijemur. Setelah bata mentah cukup keras, sisi-sisi bata dirapikan. Selanjutnya, serahkan saja pada teriknya matahari, untuk menuntaskan proses pengeringan hingga siap dibakar. Di musim kemarau, bata betul-betul kering dalam waktu tujuh hari. Sedangkan pada musim hujan, setelah 10-15 hari bata mentah baru siap dibakar. >> lanjut