Dra. Baiq Eva N. Parangan Pimpin BKBKS Lombok Barat Atasi Kemiskinan
[CYBERTOKOH.COM] ~ Keluarga merupakan bagian terpenting dalam proses perjalanan generasi. Generasi berkualitas yang akan melanjutkan pembangunan daerah dan bangsa hanya akan lahir dari sebuah keluarga yang berkualitas yang dibentuk atas dasar perkawinan sah yang sejahtera bercirikan sehat, maju, mandiri, memiliki anak ideal, bertanggung jawab dan harmonis, kata Dra. Baiq Eva N. Parangan, M. Si. Kepala BKBKS (Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera) Kabupaten Lombok Barat.
Namun, harapan akan terbentuknya sebuah keluarga berkualitas demi melahirkan generasi tangguh tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Begitu banyak persoalan yang harus dihadapi keluarga- keluarga di NTB khususnya, menyangkut ekonomi.
Kondisi umumnya keluarga di NTB memang belum sebaik yang diharapkan mengingat faktor ekonomi belum mampu mengatrol mutu keluarga secara maksimal, kata Camat Gerung, Lombok Barat, tahun 1999-2002 ini. Ia adalah camat perempuan pertama di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Contoh di Lombok Barat, lanjutnya, keluarga miskin jelas secara ekonomi tidak mampu mendukung segera bangkitnya keluarga menjadi berkualitas. Menurut data BKBKS tahun 2006, di Lombok barat terdapat 60% KK atau sekitar 73.000 KK berada dalam kondisi miskin. Dengan indikator, tidak bisa makan dua kali dalam sehari atau menempati rumah sangat, sangat sederhana.
Untuk itulah, BKBKS Lombok Barat memfokuskan gerakannya untuk membangunkan keluarga-keluarga ini dari keterpurukan. Upaya yang dilakukannya, dengan cara memfasilitasi berbagai hal menyangkut terbukanya akses informasi bagi keluarga-keluarga tersebut agar mampu meningkatkan mutu keluarganya.
Misalnya, BKBKS senantiasa aktif turun langsung ke masyarakat untuk melakukan berbagai penyuluhan keluarga berencana, kesehatan reproduksi, memperbanyak dialog dengan topik keluarga.
Kondisi gizi buruk yang mencuat di Lombok Barat beberapa tahun lalu, misalnya, bukan karena si anak kurang makan atau keluarganya miskin semata, melainkan juga karena pola asuh yang salah, ujar Eva. Di sinilah BKBKS mengambil peran, dalam tiap penyuluhannya BKBKS mengabarkan bagaimana cara mengurus dan memperlakukan keluarga agar tercipta generasi-generasi mendatang yang berkualitas.
“Penyuluhan langsung ke masyarakat intensif kami lakukan, untuk menggedor kesadaran mereka agar menjadikan keluarga berkualitas,” ujar putri pertama pasangan Drs. H. L. Ratmadji, Bupati Lombok Barat, periode 1978-1989, dengan Hj. Baiq Fachriah, ini.
Jika dalam era 1970-an KB memang setengah dipaksakan untuk mengurangi jumlah kelahiran. KB zaman sekarang bukan untuk mengurangi jumlah kelahiran, melainkan menjarangkan kelahiran minimal 2,5 tahun agar terbina keluarga-keluarga yang terurus dengan baik. Juga, agar bayi-bayi bisa mendapatkan ASI selama dua tahun penuh.
“Hal inilah yang terus menerus kami sampaikan kepada masyarakat,” ujar penerima penghargaan Citra Kartini Indonesia, 1999, versi Majalah Kartini, ini. Berangkat dari keprihatinannya terhadap keluarga-keluarga inilah, wanita penyuka musik dan mobil klasik ini, lebih senang turun langsung bertemu masyarakat dalam tiap kegiatan BKBKS Lombok Barat, ketimbang hanya mengutus stafnya, jika ia berkesempatan hadir.
“Ada kepuasan tersendiri ketika bisa berbagi kebaikan langsung dengan masyarakat,” kata wanita yang selalu menganggap bahwa tiap orang baginya adalah guru ini. Kebaikan atau keburukan yang lazim dimiliki tiap manusia, buatnya adalah guru. “Karena dari sanalah saya bisa belajar. Tinggal saya sendiri yang menentukan mau pilih yang mana,” kata Eva.
Ia memegang prinsip bahwa dalam melakukan sesuatu pekerjaan haruslah bersungguh-sungguh. Tunjukkan hasil terlebih dahulu baru berharap ada respons, jangan sebaliknya. Karena jika hasil telah tampak, maka respons positif terhadap hasil pekerjaan itu akan datang dengan sendirinya.
Menyiapkan sebuah keluarga sejak awal, adalah hal yang selalu dimotivasikan BKBKS Lombok Barat. Menurut Eva, jika persiapan berkeluarga matang dan arahnya benar sejak awal, maka keluarga akan menjadi kokoh.
Karenanya, BKBKS Lombok Barat juga menyelipkan kegiatan mendatangi sekolah-sekolah SMU, untuk berdialog dengan para siswa tentang berbagai hal yang menyangkut persiapan berkeluarga.
“Dalam tiap penyuluhan, BKBKS Lombok Barat mengingatkan remaja untuk menghindari kawin usia muda, karena angka kawin usia muda di Lombok terbilang tinggi,” kata istri Christofel Parangan ini.
Demikian juga dengan penyuluhan menyangkut kesehatan reproduksi remaja. “Ternyata penyuluhan ini sangat efektif sebagai tahap awal untuk penundaan kawin usia muda,” katanya.
Meski belum ada penelitian khusus tentang hal ini, tambahnya, beberapa sekolah yang didatangi kembali oleh BKBKS memberikan informasi bahwa terjadi penurunan angka kawin muda.
Kabar turunnya BKBKS Lombok Barat ke sekolah-sekolah ini mengundang reaksi positif dari sekolah-sekolah yang belum sempat disinggahi. Bahkan, kata Eva, kini BKBKS Lombok Barat banyak diminta untuk memberikan penyuluhan di berbagai SMU di Lombok Barat dengan jadwal antre.
Dalam tiap penuyuluhan, Eva selalu menitip harapan agar terbentuknya keluarga-keluarga yang berkualitas dengan cara yang tepat. Komunikasi adalah kunci utama, ujar ibu dua anak, Baiq Hulum Nujullay (24) dan Baiq Della Ardilla (18), ini. Berbagai pengalaman pribadinya turut ia sampaikan dalam tiap kesempatan penyuluhan.
Ia pun selalu menjalin komunikasi terbaik dengan kedua putrinya. Hal inilah yang membuatnya dekat dan terbuka dengan keduanya. Misalnya, ketika ayahnya menjabat bupati Lombok Barat, memiliki kesibukan yang cukup tinggi. Komunikasi dengan anak terkecilnya sempat kurang kontinyu. Sehingga anaknya itu sempat merasa takut jika bertemu ayahnya, karena jarang bersama dan berkomunikasi.
“Pengalaman itu saya balik ketika saya memiliki anak-anak,” katanya. Sesibuk apa pun dirinya sebagai camat dulu, ia senantiasa menyiapkan waktunya untuk membantu putri-putrinya mengerjakan pekerjaan rumah sekolahnya. Eva mengelola diri dan keluarganya sejak awal untuk bisa mandiri, karena dulu ia pun diajari mandiri oleh orangtuanya. Bagi mereka yang beban kerjanya lebih, maka akan mendapatkan sesuatu yang lebih pula.
Dalam rumah, katanya, mereka tujuh bersaudara berlomba-lomba melakukan sesuatu kebaikan untuk mendapatkan hadiah dari sang ayah. Ayahnya, ujar Eva, akan memberi sesuatu pada anak-anaknya dengan melihat beban kerja masing-masing. Hal yang sama juga ia terapkan pada stafnya ketika ia dipercaya untuk memimpin. Jika ada kelebihan yang harus dibagi, maka ia membaginya berdasarkan beban kerja agar terasa adil bagi semuanya. – nik