Prof Dr LK Suryani: ‘Full-day School’ Lahirkan Anak-Anak Beringas

suryani[ANTARA] Psikiater Prof Dr dr LK Suryani, SpKj pernah mengatakan, sistem belajar-mengajar seharian, yang biasa disebut ‘full day school’, terbukti merusak mental siswa, ditandai berkembangnya generasi apatis dan beringas.

“Tanpa kita sadari telah lahir generasi beringas yang tidak peduli pada kepentingan umum, lingkungan, apalagi persoalan bangsa. Rasa nasionalisme terhadap NKRI pun dipertanyakan,” katanya pada Seminar Guru “Memahami Perkembangan Mental Anak Didik” di Denpasar, pada bulan Juli 2008.

Disebutkan, bahwa upaya mengejar prestasi akademik hingga meraih berbagai juara merupakan hal yang penting, tetapi tidak boleh mengabaikan kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orangtua, keluarga, maupun masyarakat.

Selain itu, penekanan pada studi juga harus diimbangi dengan waktu yang cukup untuk rileks, menikmati berbagai kesenangan, sehingga pertumbuhan otak kiri dan kanan akan seimbang.

Rileks dengan menonton televisi juga perlu, tetapi untuk usia anak-anak harus didampingi dan dibatasi.

“Siaran televisi menyajikan hiburan instan yang membunuh kreativitas. Menonton terlalu lama juga menimbulkan kelelahan yang berdampak apatis,” ucap Prof Suryani.

Beri Anak Keleluasaan Memilih Tempat Studinya

Di hadapan sekitar 200 guru SMP dan SMA, pada seminar yang diselenggarakan Telkomsel bersama Dinas Pendidikan Propinsi Bali itu, diingatkan agar orangtua tidak memaksakan putra-putrinya bersekolah di lembaga yang dinilai unggul dari sisi akademik saja.

“Berilah anak-anak keleluasaan untuk memilih tempat studi yang menyenangkan. Yang juga memperhatikan kebutuhan berkreasi, cukup waktu untuk bersenang-senang dan berkumpul dengan keluarga maupun masyarakat,” katanya.

Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu mengingatkan bahaya lebih lanjut dengan terus berkembangnya generasi yang apatis dan beringas akibat tidak memahami tindakan dan perbuatan apa yang harus dilakukan di rumah dan di masyarakat.

“Di mana-mana kita dengar orangtua mengeluhkan perilaku anaknya. Tidak mengerti urusan rumah. Ini salah kita, salah lembaga pendidikan. Karena itu sistem `full day school` perlu segera dievaluasi,” pinta pendiri dan President CASA (Committee Against Sexual Abuse) itu.

Hal itu hanya bisa diperbaiki melalui pengembangan sistem pendidikan yang berimbang antara kebutuhan mengejar prestasi akademik dan keleluasaan berkreasi, bermain, bersosialisasi dan cukup waktu untuk rileks, tambahnya.

Pemenang Hadiah Nari Kusuma 2008

Pada peringatan hari Ibu ke-80 pada Desember 2008, Prof Dr dr Luh Ketut Suryani  menerima penghargaan Nari Kusuma 2008, salah satu penghargaan tertinggi  bagi warga Bali yang berjasa bagi masyarakat di provinsi tersebut.  Pada tahun sebelumnya tidak ada yang berhasil mendapatkan penghargaan tersebut. Kiprah Prof Dr dr LK Suryani dinilai menjadi teladan dan cermin bagi generasi muda, termasuk perempuan Bali. Ia selalu hadir di setiap sisi kehidupan masyarakat Bali dan sarat dengan perjuangan berbagai permasalahan sosial. Terkadang kiprahnya melebihi seorang gubernur sehingga banyak orang menyebutnya sebagai ‘Ibunya orang Bali’.

suryani_penilai_dpsTahun 2003 ada tiga penerima anugerah tersebut, yakni Ida I Dewa Agung Istri Kanya, pejuang melawan kolonialisme Belanda di Kerajaan Kelungkung abad ke-19. Beliau sebelumnya bernama Ida I Dewa Agung Istri Muter akhirnya lebih dikenal dengan panggilan Ida I Dewa Agung Istri Balemas atau Ida I Dewa Agung Istri Kanya, putri raja Kelungkung V, Ida Dewa Agung Putra I dengan permaisurinya yang berasal dari Karangasem.  Kedua, Sagung Wah, tokoh perempuan dalam’Pebalik Wongaya’. Sagung Wah adalah putri dari Raja Tabanan yang bergelar Sri Arya Ngurah Tabanan, Betara Ngeluhur Ratu Singasana XXI. Ketiga, Ida Pedanda Istri Mas, tokoh dalam dunia ‘bebantenan’. Pedanda Istri berasal dari Budakeling, Karangasem.

Penerima anugerah Nari Kusuma 2004 juga tiga tokoh perempuan, yakni pertama adalah I Gusti Ayu Rapeg, tokoh perempuan Bali masa pergerakan nasional, putri I Gusti Putu Reta dan Jero Desa. Kedua, Ny. Jasmin Oka, mengabdi untuk kemajuan kaum perempuan dan kesejahteraan masyarakat. Ia adalah putri seorang punggawa di Distrik Blalbatuh. Ketiga adalah Djero Ketut Nuratni, sosok perempuan yang berhasil karena pengalaman, ketekunan dan kerja kerasnya. Ia menikah dengan Tjokorda Ngurah Pemayun dari Puri Madangan, lahir dari pasangan I Wayan Gereh dan Ni Ketut Megerok.

Sedangkan penghargaan Nari Kusuma 2005 diterima oleh dua tokoh perempuan yakni Desak Gede Raka dan Ida Ayu Sutiti Wirati.

sumber: Antara + www.suryani-institute.com

Leave a Reply